Kamis, 26 November 2009

Kerangka Acuan

Rasional
Produktivitas hasil pertanian dan pangan di Indonesia tergolong rendahdibandingkan Negara tetangga seperti Thailand atau negra maju lainnya.Sebagai contoh adanya keterbatasan lahan yang dapat digunakan lahanpertanian merupakan tantangan kedepan bagi kita semua. Untuk perludipikirkan peningkatan hasil pertanian persatuan luas tanam yang lebih baikdari sebelumnya. Baik itu secara kualitatif dan kuantiatif suatu produkpertanian. Budidaya perikanan air tawar dan laut juga merupakantantangan kita kedepan, kita tidak bisa terus menerus mengandalkansumber alam untuk dieksploitasi.Untuk dapat meningkatkan hasil pertanian, banyak cara yang dapatdilakukan diantaranya menciptakan biopestisida, bibit unggul, pengolahanlahan, dan pasca panen yang lebih baik. Teknologi yang digunakan untukmeningkatkan hasil pertanian dapat bermacam-macam diantaranyamelalui bioteknologi, teknologi pemuliaan, dan teknologi pertanian,teknologi pasca panen dan. Teknologi pangan.Beberapa komoditas pertanian dan pangan di Indonesia perludikembangkan atau dibudidayakan lebih baik dan terarah. Diantaranyakomoditas padi, tanaman sayuran, buah2an tropika dan komoditas sertapeternakan. Program penelitian yang dikembangkan Ditbinlittabmas Diktiselama ini telah menunjukkan hasil-hasil penelitian yang dapatdikembangkan menjadi produk industri yang stratejik bagi kepentinganbangsa. Hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan peneliti di Perguruan tinggi selama ini telah memberikan kontribusi sebagai bentuk state of the artdari suatu konsep atau masalah yang harus dijawab secara ilmiah.Program RAPID secara terbuka menawarkan kepada perguruan tinggi danindustri untuk melakukan riset dan aplikasi teknologi di bidang pertanian danpangan. Sebagai contoh perguruan tinggi bekerjasama dengan sektorindustri bisa budidaya tanaman pertanian secara pemuliaan danbioteknologi yang bernilai ekonomi tinggi. Untuk dapat meningkatkan hasilpertanian, banyak cara yang dapat dilakukan diantaranya menciptakanbiopestisida atau agensia hayati yang ramah lingkungan, bibit unggul,pengolahan lahan, dan pasca panen yang lebih baik. Teknologi yangdigunakan untuk meningkatkan hasil pertanian dapat bermacam-macamdiantaranya melalui bioteknologi, teknologi pemuliaan, dan teknologipertanian, teknologi pasca panen dan teknologi pangan. Selain ituperguruan tinggi bisa mengembangkan berbagai aplikasi teknologi yangdibutuhkan dunia usaha dan industri pertanian dan pangan dalamusahanya, serta mengembangkan teknik pertanian dan pangan.Ditbinlittabmas Dikti melalui program Riset Andalan Perguruan Tinggi danIndustri (RAPID) memberikan kesempatan untuk terwujudnya hubungansinergi antara perguruan tinggi dan industri dalam bentuk inovasi teknologiyang artinya bagaimana invensi (temuan) yang selama ini didapatkandapat dikomersialisasikan oleh industri.
Ruang LingkupKomoditas penelitian pertanian dan pangan yang dipilih merupakankomoditas yang sangat dinilai sangat stratejik bagi peningkatan daya saingdan kemandirian bangsa. Komoditas yang dimaksud antara lain adalahtanaman pangan, perkebunan, sayuran dan buah2an tropika danpeternakan.

tinggi selama ini telah memberikan kontribusi sebagai bentuk state of the artdari suatu konsep atau masalah yang harus dijawab secara ilmiah.Program RAPID secara terbuka menawarkan kepada perguruan tinggi danindustri untuk melakukan riset dan aplikasi teknologi di bidang pertanian danpangan. Sebagai contoh perguruan tinggi bekerjasama dengan sektorindustri bisa budidaya tanaman pertanian secara pemuliaan danbioteknologi yang bernilai ekonomi tinggi. Untuk dapat meningkatkan hasilpertanian, banyak cara yang dapat dilakukan diantaranya menciptakanbiopestisida atau agensia hayati yang ramah lingkungan, bibit unggul,pengolahan lahan, dan pasca panen yang lebih baik. Teknologi yangdigunakan untuk meningkatkan hasil pertanian dapat bermacam-macamdiantaranya melalui bioteknologi, teknologi pemuliaan, dan teknologipertanian, teknologi pasca panen dan teknologi pangan. Selain ituperguruan tinggi bisa mengembangkan berbagai aplikasi teknologi yangdibutuhkan dunia usaha dan industri pertanian dan pangan dalamusahanya, serta mengembangkan teknik pertanian dan pangan.Ditbinlittabmas Dikti melalui program Riset Andalan Perguruan Tinggi danIndustri (RAPID) memberikan kesempatan untuk terwujudnya hubungansinergi antara perguruan tinggi dan industri dalam bentuk inovasi teknologiyang artinya bagaimana invensi (temuan) yang selama ini didapatkandapat dikomersialisasikan oleh industri.2. Ruang LingkupKomoditas penelitian pertanian dan pangan yang dipilih merupakankomoditas yang sangat dinilai sangat stratejik bagi peningkatan daya saingdan kemandirian bangsa. Komoditas yang dimaksud antara lain adalahtanaman pangan, perkebunan, sayuran dan buah2an tropika danpeternakan.

Tujuan1. Menumbuhkembangkan budaya penelitian yang menghasilkantemuan (invensi) prospektif di pasaran dan baik dikembangkanmenjadi produk industrial yang dapat diproduksi berbudaya penelitian2. Mewujudkan inovasi teknologi (membawa invensi ke market) berupakerjasama sinerji berkelanjutan antara perguruan tinggi sebagailembaga penelitian dan industri sebagai lembaga manufaktur melaluipenyeimbangan tarikan pasar dan dorongan teknologi.3. Mendorong berkembangnya sektor riil berbasiskan produk-produk hasilpenelitian dan pengembangan dalam negeri sendiri untukmenumbuhkan kemandirian perekonomian bangsa.

Indikator Kemajuan PenelitianRAPID dirancang untuk jangka waktu maksimal 3 tahun. Evaluasi tahunanyang dilakukan untuk bidang pertanian dan pangan mengacu padaindikator kemajuan RAPID sebagai berikut:Tahun I • Model Proses dan produk teknologi, Rancangan Sistem,Pilot Plan dari produk• Bisnis Plan,• Publikasi dan/ atau HKITahun II • Prototipe Produk• Publikasi dan/ atau HKI• Prospek PemasaranTahun III • Produk yang dihasilkan proses produksi• Publikasi dan/ atau HKI• Kinerja Pemasaran

MekanismePengusul adalah kelompok peneliti dari perguruan tinggi dan mitra industri.Dalam program RAPID pihak mitra industri menjadi entry point dalampenyusunan proposal yang diusulkan oleh kelompok peneliti, dimana pihakkelompok penelitii mendukung atau mensuplai teknologi apa yangdiinginkan oleh mitra industri. Peneliti perguruan tinggi yang dapatmengusulkan:(1) Jurusan / departemen dan Fakultas atau lembaga/pusat penelitian,(2) Kerjasama antar perguruan tinggi;(3) Kerjasama perguruan tinggi dengan lembaga litbang departemenatau LPND.Pengusul harus mempunyai track record dan road map riset dan teknologiyang jelas terkait dengan bidang yang diajukan sesuai dengan Kerangka Acuan. Pengusul tersebut harus mengusulkan proposal RAPID melaluikelembagaan penelitian di perguruan tinggi yang bersangkutan.

Pengusul harus mampu menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi hasilprogram yang diusulkan memang yang tepat untuk mendukungpengembangan industri dan kelompok peneliti dari perguruan tinggi harusmampu menunjukkan manfaat dan keunggulannya.Mitra industri harus mampu menunjukan kebutuhan teknologi yangmemerlukan kerjasama penelitian dan harus mampu menunjukan prospekkomersial penggunaan teknologi. Mitra industri diperlukan bukan hanyauntuk produksi/penerapan hasil penelitian, tetapi juga mitra yang mampumemberikan pandangan untuk kesempurnaan dan meningkatkan dayasaing dalam penerapannya
Kesanggupan mitra industri dalam memberikan kontribusi pendanaan tunaidalam RAPID akan merupakan keharusan pengusul. Industri, baik industridalam negeri maupun industri mancanegara yang dijadikan mitra, haruslahindustri yang sehat dan memproduksi produk yang terkait dengan bidangRAPID yang diusulkan, dengan track record yang baik dalam produksi,pemasaran, dan manajemen, serta memiliki potensi spin of technology.Pengusul harus bersepakat mengenai peran dan kontribusi masing-masingdalam pelaksanaan RAPID yang diusulkan serta benefit yang akan diperolehdari hasil penelitian yang diusulkan. Kesepakatan ini perlu dituangkan dalambentuk tertulisPengusul harus dapat bersama-sama memanfaatkan jaringan relasi masingmasingsehingga membentuk cluster Pengembangan Teknologi, Produsendan pengguna yang secara bersama-sama dapat menggulirkanperekonomian melalui produk karya bangsa sendiri
TAHAPAN PENGUSULAN RAPIDTahap I : Pra proposalTahap II : Full proposal bagi telah lolos seleksi tahap ITahap III : Desk Evaluasi dan Seminar full proposal (kelompok dosen danmitra industri harus presentasi pada tahap ini)Tahap IV : Site VisitTahap V : Penetapan Proposal yang diterima

Pendekatan Bioteknologi Molekuler

Pendahuluan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan salah satu penentu kemajuan suatu bangsa yang tidak hanya bermanfaat untuk pemenuhan kesejahteraan fisik, tetapi juga berpengaruh pada tercapainya kondisi kenyamanan, keamanan pada diri individu yang menghuni alam semesta (Negara), Kebutuhan primer akan hidup manusia, seperti makan, minum tidak lepas akan tersedianya sumber daya alam yang dimiliki dan yang diusahakannya. Demikian juga keamanan dan kenyamanan individu warga Negara, tentunya berhubungan erat dengan perangkat keamanan suatu bangsa. Kedua hal tersebut sangat erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh bangsa atau Negara tersebut. Arti penting dari eksistensi ilmu pengetahuan dewasa ini, tidak lepas dari peran para ilmuwan tempo dulu yang telah dengan gigihnya memulai dan meletakan konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan baik yang bersifat eksata (Ilmu Pasti) maupun ilmu social ataupun humaniora. Ilmu dasar (seperti fisika kimia dan biologi) yang semula dikembangkan dengan alat//pendekatan yang relative sederhana hingga sekarang dengan pengembangan alat yang lebih canggih /rumit sehingga telah memungkinkan untuk menguji fenomena-fenomena alam yang dulu masih samar-samardiketahui, sekarang telah dapat dibuka dan dibuktikan dengan relative gamblang dan terus perlu pengembangan yang tiada henti sampai dengan bantuan penemuan-penemuan alat canggih yang berukuran sangat kecil atau dengan teknologi nano.

Begitu pentingnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam menjaminkelangsungan suatu bangsa. Lebih ekstrem lagi, Ilmu Pengetahuan dan teknologidapat disamakan/diibaratkan sebagai pemegang kekuasaan. Dengan kata lainbahwa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi adalah penentu dan bersifat lebihmendahului tentang masalah politik dan militer. Meskipun Ilmu Pengetahuandipandang sebagai sesuatu yang mutlak dipertahankan dan dikembangkan namunkata kuncinya dalam pengejahwantahannya adalah bagaimana political will dangood will dari pemerintah, khususnya dalam pengembangan IPTEK dan SumberDaya Manusia (SDM). Nampaknya konsistensi pemimpin bangsa ini menjadisalah satu komitmen yang harus terus diusahakandan digelorakan, sehingga apasaja yang pernah dirintis dan dicapai bangsa Indonesia tempo dulu perlu ditengokdan dipertimbangkan lagi untuk dipertimbangkan kelanjutnya.Apabila kita tengok kebelakang bagaimana dunia kedirgataraan kita(Nurtanio embrio dari IPTN dan PT DI) pernah mampu menciptakan pesawatgelantik dan pesawat latih untuk sekolah penerbangan. Di samping itu pada tahun1970 bangsa ini telah mampu menciptakan propellant sendiri,dan ini berakibatpositif pada Lembaga (Koesnadi Kardi,2009).. Lapan yang telah mampu meluncurkanroket yang tidak mengecewakan di masa itu. Apalagi setelah itu Indistri PTDI kitamampu menciptakan Pesawat terbang dengan berbagai seri, hingga pesawatterbang CN seri Tetuko (anak Gatutkaca). Sungguh suatu prestasi membanggakanyang perlu dibangkitkan kembali agar kemampuan IPTEK putra-putra terbaikbangsa ini dapat dioptimalkan untuk kebaikan dan kebanggaan bangsa sendiri dapat dipertimbangkan lagi kelangsungannya. Ini tentunya juga akan berdampatpositif pada prestise bangsa Indonesia.Apabila kita melihat sejarah bangsa ini, dimasa lalu kita pernah berjayadengan hasil pangan (padi) yang swasembada. Dan kini sejarah itu akan terusdiusahakan terulang lagi. Dibalik keberhasilan dimasa lalu dansekarang akandiupayakan kembali, sebaiknya kita tetap perlu waspada dan terus berusaha untukmencoba bagaimana pengetahuan ilmu dasar (biologi,kimia,fisika danmatematika) dan pertanian perlu diusahakan pengembangannya dalam rangkasenergitas pemenuhan kebutuhan pangan yang berkualitas serta perlu programyang matang / seksama apabila berkehandak untuk mengekspor kelebihan hasilpanen padi yang dimiliki. Dalam arti yang lebih fundamental bahwa kebutuhanpangan dalam negeri sudah terpenuhi dengan baik.
Masalah pertumbuhan penduduk dan pangan
Pertumbuhan penduduk dunia khususnya di Negara telah maju seperti;Jerman, Jepang dan Italia menunjukkan angka yang sangat rendah, bahkan adayang minus. Di sisi lain, negara-negara yang sedang berkembang tingkatpertumbuhan penduduknya relative tinggi, bahkan diperkirakan mencapai lebihsetengah milyard manusia di China pada tahun 2030. Demikian juga pada Negaranegaraseperti Pakistan dan India menyumbangkan jumlah penduduk yang cukuptinggi pula. Dan di Indonesia di proyeksikan akan mempunyai jumlah penduduksekitar 307 Juta. Gambaran tersebut tentunya akan menjadi perhatian yang cukup serius bagi kita semua, manakala mayoritas penduduk tersebut mengkonsumsijenis pangan padi-padian.Pada tahun 1950-an hampir semua Negara didunia baik kala itu berstatussebagai Negara masih belum maju dan maju hampir boleh dikatakan tidakmempunyai masalah tentang pangan mereka. Bahkan Indonesia pada tahun 1984-an Negara kita swasembada pangan. Demikian juga pada tahun 1990-an adabeberapa Negara mengalami kekurangan pangan walaupun nampaknyakekurangan pangan tersebut terkonsentrasi di Negara-negara Asia (Misal; India,China,Banglades) dan Negara-negara Afrika. Kelanjutan akan difisit pangandunia tersebut, nampaknya akan tetap berlanjut pada tahun 2030, sehinggaantisipasi tentang hal itu harus sedini mungkin diantisipasi secara positif. Hal initidak boleh hanya menyangkut departemen pertanian yang harus bertanggungjawab. Karena usaha peningkatan produksi padi-padian tidak akan berarti apa-apamanakala laju pertumbuhan penduduk tidak dapat dikendalikan(diatur) denganbaik. Ini berarti jumlah penduduk harus tumbuh, tetapi dalam presentase (%) yangtidak mengawatirkan. Dengan demikian usaha-usaha nyata untuk meningkatkankualitas manusia Indonesia dari sisi pendidikan dan kesehatan juga harusdilakukan secara bersama-sama dengan sector atau bidang-bidang yang lain.Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya krisis pangan, karena jumlahpenduduk yang akan meningkat dimasa dating, maka keluarga berencana akanmenjadi salah satu alternative yang cukup menjanjikan untuk membantumengatasinya. Tetapi apabila usaha peningkatan kuantitas dan kualitas produkpadi-padian mengalami kendala misalnya timbul penyakit yang sulit di basmi,seperti virus, maka kita sebaiknya tidak alergi untuk turut serta menerapkanpenerapan bioteknologi modern/ molekuler, disamping cara-cara klasik juga perluterus dikembngkan.

Pendekatan Bioteknologi Molekuler untuk Ketahanan Pangan
Timbulnya banyak penyakit pada tanaman dan buah-buahan dapatmenyebabkan penurunan kualitas hasil panen atau bahkan dapat gagal panen. Halini dapat terjadi manakala serangan virus pada individu tanaman dan bahkanmanusia masih dalam usia sangat mud terjadi, maka kemungkinan seranganpenyakit tersebut terhadap individu hingga mati adalah sangat tinggi. Padahaltanaman yang telah terinfeksi oleh virus akan sulit bagi tanaman tersebutterbebaskan dari virus yang menginfeksinya . Oleh karena virus ini hanyalahsebuah asam nukleat (RNA/DNA) yang terselubungi/dibungkus oleh olehselubung protein/jaket protein (Coat Protein = CP). Dengan demikian carapembasmiannya sebenarnya sangat mudah yaitu dengan cara dibakar. Karenadengan dibakar maka akan menjadi aran atau mati.. Namun apabila penyakittersebut sudah secara meluas menyerang secara sistemik pada individu inangmaka hal tersebut akan mennyulitkan penangannya, karena akan tertular padaindividu yang jumlahnya jutaan dalam kawasan yang cukup luas. Dengandemikian akan mudah kiranya apabila serangan tersebut dapat dilokalisasi dandapat dilakukan tindakan yang cept ,tepat dan terukur.Untuk mengantisipasi hal tersebut maka usaha secara klasik untukmelakukan penyilangan-penyilangan dalam rangka mendapatkan bibit unggul
tanaman padi-padian perlu terus ditingkatkan. Seiring dengan itu rekayasagenetika untuk menciptakan tanaman transgenic yang mempunyai sifat-sifatunggul seperti tahan terhadap serangan virus atau untuk mendapatkan padi-padianyang mengandung gizi tertentu yang lebih tinggi konsentrasinya nampaknya perluterus dikembangkan. Rekayasa genetika dengan memanfaatkan gen tertentu(Misal, gen CP) pada virus yang menyerang pada tanaman, telah membuktikankeandalanya dalam memproteksi tanaman tersebut dari serangan virus yangbersangkutan. Dalam kasus ini dengan dimasukkannya gen CP dari virusJohnsongrass Mosaic (JGMV) pada tanaman jagung, maka tanaman jagungtersebut telah menunjukkan kekebalanya dari serangan virus JGMV.Dengan dikuasinya teknologi transformasi genetic untuk ketela pohon(Cassava), maka memungkinkan untuk menciptakan tanaman pangan dari varietasini yang jumlahnya banyak sekali, untuk menghasikan tanaman kebal terhadapserangan Cassava Mosaic Virus. Selanjutnya upaya manusia untuk mengembangbiakansecara besar-besaran dengan kualiatas dan kuantitas yang bagus adalahsuatu yang mendesak untuk dilakukan, dalam rangka pemenuhan danpenyelamatan tersedianya makanan di Negara-negara Afrika. Di samping jenismakanan tersebut, upaya manusia untuk menciptakan kualiatas padi yangmengandung jenis kandungan gizi tertentu terus usahakan, seperti Golden riceyang mengandung banyak beta carotene. Uji laboratorium terhadap beras ini terusdilakukan sampai hasil yang diharapakan dapat dicapai, sebelum padi ini benarbenardilepas untuk para petani.
Penemuan-penemuan sejenis untuk menciptakan tanaman transgenicdengan memanfaatkan gen tertentu dari beberapa organisme yang menyerangtanaman,menunjukkan keberhasilannya, dan ini telah mampu membuka cakrawalabaru dalam menghasilkan tanaman yang unggul yang bebas dari penyakit. Dandihasikannya produk pangan yang mengandung gizi tertentu yang lebih baik.Dengan demikian hal ini tentunya, akan berdampak positif pada kehidupan bangsadan akhirnya akan bermanfaat dalam ikut serta menciptakan ketahanan pangandunia

Penelitian, Pengembangan dan Penerapan

Pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun peradaban bangsa. Sejalan dengan paradigma baru di era global yaitu tekno-ekonomi, teknologi menjadi faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Implikasi paradigma ini adalah terjadinya proses transisi perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya (Resource Base Economy) menjadi perekonomian yang berbasiskan pengetahuan (Knowledge Based Economy/KBE). Pada KBE kekuatan bangsa diukur dari kemampuan iptek sebagai faktor primer ekonomi menggantikan modal, lahan dan energi untuk peningkatan daya saing.
Mengingat pentingnya peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dalam pembangunan ekonomi bangsa maka pembangunan Iptek mutlak harus dilaksanakan terutama pada bidang-bidang yang mendasar. Pembangunan Iptek diharapkan akan memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan dan peradaban bangsa sesuai dengan amanat Undang-Undang. Mengacu pada arahan pembangunan sebagaimana digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2005-2009, bidang-bidang yang sangat mendasar untuk diprioritaskan dalam Iptek sampai dengan 2025 adalah bidang pangan, energi, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, pertahanan dan keamanan serta kesehatan dan obat.
Pembangunan penelitian, pengembangan, dan penerapan (litbangrap) Iptek bidang ketahanan pangan adalah untuk menopang terwujudnya ketahanan pangan. Ketahanan pangan yang dimaksud adalah terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau (UU Nomor 7/1996 tentang Pangan). Pengertian tersebut bermakna bahwa setiap individu dalam rumah tangga dapat terpenuhi kebutuhan gizinya untuk hidup sehat dan produktif sepanjang waktu.
Ketahanan pangan mencakup tiga aspek penting yang dapat digunakan sebagai indikator, yaitu: (a) Ketersediaan, yang diartikan bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah, mutu, serta keamanannya; (b) Distribusi, yaitu pasokan pangan menjangkau seluruh wilayah dengan harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga; dan (c) Konsumsi; yaitu setiap rumah tangga mampu mengakses pangan yang cukup dan mengelola konsumsi sesuai dengan kaidah gizi dan kesehatan serta preferensinya.
Masalah pangan yang perlu dicermati adalah antara lain: laju peningkatan kebutuhan lebih besar dibandingkan laju peningkatan produksi; konversi lahan pertanian produktif; marjin keuntungan usahatani tanaman pangan relatif kecil; pola konsumsi yang masih sangat didominasi oleh beras; pasokan pangan hingga tingkat rumah tangga sering terhambat; beberapa produk pangan tidak tersedia sepanjang tahun; masih sering dijumpai produk pangan yang tidak memenuhi standar kesehatan; dan daya beli masyarakat yang belum merata.



Solusi untuk permasalahan pangan yang sudah teridentifikasi di atas dapat dipilah atas solusi teknologi melalui riset dan solusi non-teknologi berupa kebijakan, edukasi, sosialisasi, serta penyediaan sarana dan prasarana pendukung.
Solusi teknologi terhadap permasalahan pangan dilakukan melalui riset yang meliputi bidang: teknologi budidaya tanaman, ternak dan ikan; eksplorasi dan uji kelayakan pangan baru; teknologi panen dan pascapanen; sistem informasi produksi – agroindustri – pasar; dan teknologi pengawasan pangan.
Sasaran yang diharapkan dicapai pada tahun 2025 adalah peran signifikan dan kontribusi Iptek dalam pemenuhan kebutuhan domestik untuk jenis pangan pokok prioritas dari hasil budidaya dalam negeri; menghasilkan pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan pangan domestik dan internasional; meningkatkan keanekaragaman pangan yang tersedia (diversifikasi); dan meningkatkan pendapatan petani serta pelaku agribisnis lainnya. Ukuran kuantitatif untuk masing-masing sasaran ketahanan pangan mengacu pada target yang ditetapkan dalam Kebijakan Umum Ketahanan Pangan.
Pembangunan Iptek bidang energi lebih difokuskan pada penciptaan sumber energi baru dan terbarukan. Selain itu, dukungan kebijakan Iptek bidang energi dimaksudkan untuk menopang kebutuhan energi nasional. Saat ini, kondisi persediaan energi nasional, terutama sektor migas, sangat tidak mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri.
Dengan memperhatikan jumlah dan angka pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi, meningkatnya standar hidup dan isu lingkungan, perencanaan energi jangka panjang harus dilakukan secara arif dan bijaksana. Dengan keterbatasan sumber energi terbarukan, untuk memenuhi kebutuhan energi di tahun mendatang, harus diterapkan konsep bauran energi (energy mix), melakukan penghematan dan meningkatkan efisiensi energi, meningkatkan eksplorasi energi fosil, meningkatkan pengembangan dan pembangungan infrastruktur energi, baik sisi hulu maupun hilir, serta harus lebih mengarah kepada energi berbasis teknologi (technology base), dibandingkan dengan energi berbasis sumber daya (resource base) yang bersifat tidak terbarukan. Oleh karena itu, dukungan Iptek, terutama segi kebijakan dalam litbangrap untuk dapat memberikan kontribusi dalam penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan, sangat diperlukan untuk mencukupi kebutuhan energi nasional secara berkelanjutan.
Dalam rangka upaya penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan, ada beberapa sektor energi yang menjadi prioritas. Beberapa sektor yang menjadi prioritas adalah: energi dari biofuel / bahan bakar nabati (energi biodisel, energi bioetanol, energi bio-oil, dan Pure Plant Oil – PPO); energi angin; energi batubara; energi hidrogen; energi geothermal / panas bumi; energi surya; dan energi nuklir. Masing-masing sektor tersebut telah dibuat roadmap yang merupakan gambaran proses secara bertahap untuk mencapai sasaran yang diharapkan dalam litbangrap bidang sumber energi baru dan terbarukan.
Sasaran pembangunan Iptek bidang energi ini adalah terwujudnya peran teknologi dan infrastruktur energi bangsa sendiri guna mendukung bisnis energi yang mengarah kepada peningkatan energi primer 2 kali lipat dan energi listrik sebesar 3,5 kali lipat dibandingkan tahun 2000; terwujudnya peran litbangrap untuk
mencapai rasio elektrifikasi sektor rumah tangga sebesar 90%; terwujudnya peran litbangrap dalam meningkatkan pangsa pasar energi terbarukan (selain panas bumi/geothermal) menjadi sekurang-kurangnya 5%; digunakannya hasil litbangrap dalam pemanfaatan energi nuklir dengan pangsa sekitar 4% dari produksi listrik nasional; digunakannya hasil litbangrap dalam penyediaan bio-fuels sektor transportasi sebesar 5%; digunakannya hasil litbangrap dalam penggunaan gas untuk sektor industri, pembangkitan listrik dan transportasi (60, 38 dan 2%).



Pembangunan Iptek bidang transportasi diharapkan mampu menunjang sistem transportasi nasional yang pada akhirnya dapat meningkatkan mobilitas dan sistem kerja bangsa Indonesia. Berbagai studi telah menunjukkan, bahwa negara-negara yang berhasil dalam pencapaian tujuan pembangunan adalah negara-negara yang memiliki sistim transportasi yang memadai dalam memenuhi kebutuhan dinamis penduduknya.


Oleh karena itu, pembangunan Iptek lebih diarahkan pada pembenahan yang konkrit dalam sistim transportasi nasional terutama yang berkaitan dengan pengembangan teknologi dan manajemen transportasi nasional. Pembenahan meliputi pembenahan regulasi, masalah pemanfaatan dan pengembangan teknologi dan masalah manajemen transportasi. Sistem transportasi yang difokukskan untuk dikembangkan mencakup transportasi jalan, perkeretaapian, sungai, danau dan penyeberangan, laut, udara dan transportasi antar moda dan multimoda.
Namun yang terpenting dalam penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek bidang transportasi adalah pentingnya komitmen seluruh lembaga penelitian dan pengembangan dalam pelaksanaan kegiatan Iptek dalam pengembangan teknologi dan manajemen transportasi nasional. Tanpa komitmen yang kuat dari seluruh lembaga penelitian dan pengembangan yang ada mustahil rencana Riptek pengembangan teknologi dan manajemen transportasi dapat dijalankan.
Pembangunan Iptek dalam bidang Pertahanan dan Keamanan ditujukan untuk menopang sitem Pertahanan dan Keamanan, terutama untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kebijakan industri pertahanan dan keamanan nasional dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut: penelitian dan pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan, termasuk konsep pertahanan; pengembangan kemitraan industri, perguruan tinggi, dan lembaga penelitian dan pengembangan; peningkatan potensi sumber daya manusia dalam bidang desain dan rekayasa; perbaikan, pemeliharaan, dan pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) dan peralatan kepolisian beserta sarana pendukungnya; serta pemberdayaan dan peningkatan peran-serta industri nasional.
Pemberdayaan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan dengan tiga metoda penguasaan teknologi, yaitu alih teknologi, forward engineering, dan reverse engineering. Hal ini dapat dicapai dalam suatu iklim yang kondusif yang mencakup pemenuhan kebutuhan alutsista dalam negeri; dukungan kebijakan, perangkat hukum yang memacu tumbuhnya industri pertahanan dan keamanan; kegiatan inovasi teknologi pertahanan dan keamanan yang didukung oleh program yang konsisten, sumber daya manusia yang kompeten, pendanaan yang memadai; dan program pengembangan industri pertahanan.



Arah penelitian dan pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan dapat dikelompokkan dalam kelompok daya gerak; daya tempur; Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer dan Informasi (K4I); perlengkapan/bekal prajurit; peralatan kepolisian; dan perlengkapan khusus (special tasks equipment). Pengelompokan tersebut dirinci sesuai dengan kebutuhan peralatan pertahanan dan keamanan; rencana agenda pengembangan; serta teknologi yang terkait langsung yang harus dikuasai. Rencana agenda pengembangan meliputi penguasaan rancang bangun dan rekayasa pada kelompoknya masing-masing. Beberapa identifikasi teknologi yang perlu dikuasai antara lain adalah teknologi material, teknologi aerodinamika, teknologi hidrodinamika, teknologi instrumen, teknologi kontrol, teknologi informatika, teknologi propulsi dan biologi molekuler.
Secara umum, pembangunan Iptek di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan daya saing bangsa, memperkuat kesatuan dan persatuan nasional, mewujudkan pemerintahan yang transparan, dan meningkatkan jati diri bangsa di tingkat internasional.
Arah kebijakan riset dan pengembangan TIK memperhatikan subsitusi impor, diterima di pasar global, berbasis sumber daya, bertumpuan pada modal pengetahuan, mulai dari integrasi tingkatan sistem, menggunakan pendekatan riset integrasi pembangunan, menyesuaikan dengan kondisi pengguna, dan mendukung bidang Iptek lainnya.
Selain arah kebijakan, penyusunan kebijakan riset dan pengembangan TIK perlu memperhatikan arah perkembangan TIK dalam dua dekade mendatang dengan melihat kecenderungannya selama beberapa tahun terakhir dan perkiraan dari para ahli tentang kelanjutan dari perkembangan yang terjadi sekarang.
TIK di masa datang akan mengarah pada teknologi dengan ciri-ciri, konvergensi, miniaturisasi, embedded, on demand, grid, intellegent, wireless inter networking, open source, seamles integration dan ubiquitous.
Pembangunan TIK merupakan sumber terbentuknya iklim yang menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas sumberdaya manusia yang pada gilirannya dapat menjadi sumberdaya untuk pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Oleh karena itu, TIK merupakan faktor yang memberikan kontribusi sangat signifikan dalam peningkatan kualitas masyarakat melalui peranannya dalam pertumbuhan ekonomi. Pengembangan TIK juga harus terkait dengan program strategis di berbagai sektor dan stakeholders supaya lebih efektif dan dapat menjawab kepentingan lima stakeholders TIK, yaitu: (1) masyarakat menuju knowledge based society, (2) publik menuju e-Services, (3) pemerintah menuju e-Government, (4) industri (termasuk BUMN) menuju industri TIK global, dan (5) masyarakat Iptek dan lembaganya menuju kelas dunia.
Mengingat luasnya sektor dan stakeholders yang terkait serta luasnya dampak yang ditimbulkan, dalam usaha mengembangkan dan memanfaatkan TIK secara sistematik dan berkelanjutan, dibutuhkan suatu usaha untuk mengintegrasikan dan menyamakan langkah berbagai kebijakan ke dalam suatu kerangka yang menyangkut berbagai aspek, terutama berhubungan dengan kebijakan penelitian
dan pengembangan di bidang: (1) infrastruktur informasi yang meliputi jaringan informasi, sistem telekomunikasi, pertukaran informasi, digital broadcasting, perangkat keras (komputer, instrumen, network devices), dan community access point (CAP); (2) aplikasi perangkat lunak, meliputi sistem operasi, aplikasi, bahasa pemrograman (development tools), open source software, simulasi dan komputasi; (3) kandungan informasi, meliputi repository, information sharing, creative digital, data security, dan e-services; (4) sumber daya manusia dan kelembagaan, meliputi berbagai penunjang penelitian dan pengembangan, seperti pelatihan, pendidikan, research centre, kurikulum TIK, sertifikasi, pemberdayaan local software house, incubator business dan incubator centre, seminar, workshop, publikasi, dan pembangunan TIK park/zone; (5) regulasi dan standardisasi meliputi berbagai penunjang riset, seperti regulasi untuk menghadapi konvergensi TIK, sistem insentif, standardisasi peralatan TIK, dan Universal Service Obligation (USO).
Pembangunan Iptek bidang kesehatan dan obat diharapkan mampu menopang upaya pemenuhan salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau seperti diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat dan memperoleh pelayanan kesehatan, mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari Iptek, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Masalah yang sedang dihadapi masa kini dalam bidang pengendalian penyakit dan lingkungan adalah transisi demografi dan transisi epidemiologi, serta perubahan lingkungan yang akan sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat di Indonesia. Munculnya beberapa penyakit menular baru yang biasa disebut emerging diseases seperti flu burung, SARS, dan meningkatnya kembali kejadian beberapa penyakit antara lain malaria, tuberkulosis, polio, campak, demam berdarah dengue, anthrax, Japanase B. encephalitis, filariasis merupakan tantangan yang memerlukan penelitian, pengembangan dan penerapan Iptek. Selain itu, terdapat juga beberapa penyakit yang masih terabaikan (neglected diseases) seperti kusta, frambusia dan taeniasis / cysticercosis. Tantangan masa depan masalah kesehatan di Indonesia adalah beban ganda penyakit yang digambarkan dengan masih tingginya kejadian penyakit menular dan meningkatnya penyakit kronik dan degeneratif. Di samping itu, disparitas status kesehatan berdasarkan tingkat sosial ekonomi masih akan menjadi masalah hingga tahun 2025.
Ketanggapan sistem pelayanan kesehatan terhadap kebutuhan masyarakat harus adil dan merata dalam pembiayaan kesehatan. Perlu dikembangkan teknologi penanganan kedaruratan kompleks di bidang kesehatan dan obat, teknologi pengobatan alternatif dan komplementer. Untuk mendukung upaya peningkatan pelayanan kesehatan dan meningkatkan kemampuan serta kemandirian teknologi kesehatan, diperlukan penguatan Iptek kesehatan. Pembangunan Iptek kesehatan sampai tahun 2025 difokuskan pada tiga kelompok, yaitu gizi dan makanan, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, dan pengembangan bahan baku obat; sediaan obat; perbekalan farmasi; dan alat kesehatan.



Latar Belakang


Dalam era global, telah terjadi pergeseran paradigma dalam peradaban manusia menuju masyarakat berbasis pengetahuan (Knowledge Based Society). Pergeseran paradigma tersebut berimplikasi pada pergeseran paradigma pembangunan negara-negara di dunia, termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, dari pembangunan yang berbasis sumber daya alam menuju pembangunan berbasis sumber daya masyarakat berpengetahuan. Dalam kehidupan ekonomi, pergeseran paradigma tersebut memberikan implikasi terhadap terjadinya proses transisi perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya (Resource Based Economy) menjadi perekonomian yang berbasis pengetahuan (Knowledge Based Economy).
Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), merupakan unsur utama dalam kemajuan peradaban manusia menuju terbentuknya masyarakat berbasis pengetahuan. Secara umum, peranan Iptek adalah untuk: a) Meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, b) Meningkatkan daya saing bangsa, c) Memperkuat kesatuan dan persatuan nasional, d) Mewujudkan pemerintahan yang transparan, dan e) Meningkatkan jati diri bangsa di tingkat internasional. Melalui kemajuan Iptek, manusia dapat mendayagunakan kekayaan alam untuk menunjang kesejahteraan dan meningkatkan kualitas kehidupannya.
Perkembangan Iptek dunia yang sangat cepat telah dan akan mempengaruhi lingkungan strategis nasional. Hingga tahun 2025, diperkirakan negara-negara maju masih terus akan mendominasi inovasi Iptek. Hal ini terutama didukung oleh sistem pendidikan, infrastruktur komersial, sarana dan prasarana penelitian serta dana yang besar. Pengeluaran litbang diperkirakan akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan dana yang besar dan infrastruktur yang kuat, tidak dipungkiri lagi bahwa negara-negara maju akan terus mendominasi inovasi Iptek.
Pembangunan Iptek di Indonesia sudah menjadi politik bangsa seperti tertuang
dalam Amandemen IV UUD 1945 Pasal 31 ayat 5 yang menyatakan bahwa ”Pemerintah wajib memajukan Iptek dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. Pernyataan tersebut selanjutnya dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek. Dalam rangka melaksanakan amanat tersebut, pemerintah wajib merumuskan arah, prioritas, dan kerangka kebijakan pembangunan Iptek yang dituangkan dalam Jaktranas Iptek 2005-2009. Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek melengkapi Jakstranas tersebut dalam bentuk argumentasi akademik tetang kemauan politik pembangunan Iptek dalam Jaktranas.



Maksud dan Tujuan

Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek Tahun 2005-2025 ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi lembaga litbang, industri dan pengguna Iptek di bidang yang terkait. Adapun tujuan Buku Putih ini adalah memberikan arah bagi kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek yang dilaksanakan oleh lembaga penelitian, perguruan tinggi dan industri, sehingga diperoleh penguasaan Iptek yang mengalir menjadi produk-produk untuk mendukung kebutuhan nasional dalam rangka meningkatkan daya saing dan mewujudkan kemandirian bangsa.


Cakupan dan Ruang Lingkup

Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek Tahun 2025 mencakup 6 (enam) bidang prioritas pembangunan Iptek yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Buku Putih ini, yaitu:
a. Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek Bidang Ketahanan Pangan;
b. Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025;
c. Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek Bidang Teknologi dan Manajemen Transportasi;
d. Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek Bidang
Teknologi Informasi dan Komunikasi;


e. Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek Bidang Pertahanan dan Keamanan;
f. Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek Bidang Kesehatan dan Obat.
Ruang lingkup Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek Tahun 2005-2025 ini adalah sebagai berikut:
a. Kondisi Lingkungan Strategis dan Tantangan Ke Depan;
b. Kebijakan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek Tahun 2005-2025.



Landasan Hukum

Landasan hukum penyusunan Buku Putih Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek Tahun 2025 ini adalah:
1. UUD 1945 (Amandemen IV);
2. UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
3. UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
4. UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI;
5. UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
6. UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitan, Pengembangan dan Penerapan Iptek;
7. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
8. UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;
9. UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI;
10. UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi;
11. PP Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan;
12. PP Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan;
13. Inpres Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengkoordinasian Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek;
14. Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain;
15. Inpres Nomor 2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batu Bara yang Dicairkan sebagai Bahan Bakar Lain;
16. Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009;
17. Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional 2025.


TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Pembuatan edible film/coating dari bahan hasil pertanian dengan teknik isolasi dan modifikasi untuk mengawetkan buah-buahan tropis: laporan akhir RUT VII, 1999/2000 (Edible film/coating manufacturing from agricultural product as raw material using isolation and modification techniques for tropical fruits preservation: final report of RUT VII, 1999/2000)

Hasil pertanian merupakan biopolimer yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan pasar yang luas karena diperlukan dalam industri pangan, kosmetik dan obat-obatan. Contoh biopolimer adalah karbohidrat, protein dan lemak. Biopolimer kelompok karbohidrat milsalnya selulosa, alginat, pektin, karaginan, dan gum. Sumber biopolimer protein misalnya ikan, susu, telur, dan kacang-kacangan. Penelitian ini bertujuan untuk menguasai teknik isolasi dan modifikasi biopolimer (alginat, pektin, pati) agar dapat dibuat film untuk mengawetkan buah-buahan tropis. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, masing-masing \ tahap satu tahun. Tahap 1 (April 1999-Maret 2000) meneliti teknik isolasi dan modifikasi biopolimer alginat dari rumput laut, pektin dari kulit semangka, pati dari ketela pohon dan jagung. Tahap II memodifikasi biopolimer agar dapat dijadikan film dengan sifat-sifat yang diinginkan untuk mempertahankan susut berat buah selama penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat biopolimer yang dihasilkan (alginat, pektin dan pati) memiliki kualitas yang memadai dibandingkan kualitas biopolimer yang dibeli secara komersial dari Jepang dan Amerika. Biopolimer yang dihasilkan dapat dimodifikasi untuk dipergunakan sebagai film dengan sifat fisik, mekanik dan barrier properties terhadap uap air yang baik. Film yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk memperkecil terjadinya susut berat buah selama penyimpanan atau dapatmemperlambat penurunan mutu buah. Hasil penelitian akan membawa dampak yang luas bagi tumbuhnya industri kecil pengelola hasil pertanian menjadi biopolimer karena;
1) tidak memerlukan teknologi tinggi dan modal besar;
2) biopolimer yang dihasilkan sangat diperlukan secara luas oleh industri pangan, kosmetik, tekstil dan obat-obatan. (Pengarang)

Pengembangan dan pembuatan prototipe two-stage moving bed dryer untuk pengeringan butiran: laporan akhir RUT VII, 1999/2001 (Development and production of two stage moving bed dryer prototype-for grain drying: final report of RUTVII, 1999/2001)

Indonesia merupakan negara agraris dengan banyak produk pertanian berbentuk butiran, seperti jagung, padi, kacang-kacangan, dan kopi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat pengering dengan mempertimbangkan proses yang terjadi dalam pengeringan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas produk pertanian untuk mempermudah operasi pengeringan. Agar kontak partikel besar seperti butiran dengan udara pengering dapat berlangsung baik dan beroperasi kontinu (untuk skala lebih besar) maka moving bed dryer lebih cocok dibandingkan dengan jenis pengering lainnya. Pemilihan dua tahap pengeringan didasarkan pada proses pengeringan yang dapat dibagi dalam dua tahap pengeringan yang dominan, tahap pemanasan awal (preheating) dan pengeringan (drying). Pada periode tahun pertama (1999/2000) penelitian pengeringan butiran dalam two stage moving bed dryer berfokus pada perancangan alat dan penelitian tentang karakteristik pengeringan serta kompartemen pengering dan pengembangan teori fundamental. Pada periode tahun kedua (2000/2001) penelitian telah berhasil menerapkan pengeringan untuk butiran padi dan jagung untuk unggun diam dan bergerak serta pemodelan proses pengeringan. Pada akhir tahun kedua juga telah dilakukan studi analisis energi termasuk perbandingan dengan tipe pengering lainnya. Pada tahun ketiga (2002/2002) penelitian telah menyelesaikan konsep perancangan, scaling up/down dan standardisasi alat pengering serta aplikasi 3 paten sedang diproses melalui UBER HAKI dan OLEHPATEN. Disimpulkan bahwa alat ini merupakan pilihan terbaik dalam pengeringan produk pertanian berbentuk butiran. Penerapan secara komersial alat pengering atau kompartemen pengering sedang ditindaklanjuti. (Pengarang)

Pengembangan metodologi evaluasi kesesuaian lahan kuantitatif pada tanah gambut: laporan akhir RUT VI, 1998/2000 (Development of compatibility evaluation metodology of quantitative peat land: final report of RUT VI, 1998/2000)

Evaluasi kesesuaian lahan pada tanah gambut menggunakan metode yang telah ada pada saat ini, sering menghasilkan kelas kesesuaian lahan yang tidak sesuai dengan produktivitas lahan yang sebenarnya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik lahan yang paling berpengaruh dan menentukan kriterianya untuk evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman jagung dan padi, sehingga evaluasi lahan dapat menghasilkan kelas-kelas kesesuaian lahan yang sesuai dengan produktivitasnya. Penelitian dilakukan pada berbagai macam tanah gambut di areal Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar, Kalimantan Tengah, dengan melakukan pengamatan tanah dan produktivitasnya di lapang, pengambilan contoh tanah untuk analisis di laboratorium dan percobaan di kamar kaca, dan percobaan di lapangan. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis regresi bertatar, menunjukkan bahwa karakteristik lahan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung adalah: pH (H2O), pH (CaCl2), P2O5, KB, KTK, Cadd, Mgdd, Kdd, Nadd, Hdd, Fe, Cu, Zn, Mn, DHL, dan kadar abu. Untuk tanaman padi, karakteristik lahan yang paling berpengaruh adalah: pH (H2O), pH (CaCl2), C-organik, P2O5, N total, KB, KTK, Hdd, dan Kadar abu. Pengharkatan masing-masing karakteristik lahan uang evaluasi kesesuaian lahan yang dapat menghasilkan kelas-kelas kesesuaian lahan yang sesuai dengan produktivitas tanahnya telah dapat dibuat dengan menggunakan program ALES.(Pengarang)

Pengembangan proses pengeringan beku ramuan obatan dengan pengendalian tekanan dan pemanasan secara siklik: laporan akhir RUT VI, 1990/2000 (Development of freeze-dried process of drug formula by using cyclic pressure and heat cyclic control: final report of RUT VI, 1990/2000)

Berbagai bahan biologis, khususnya bahan baku ramuan obat, mengalami kerusakan jika dipanaskan hingga suhu moderat yang umum digunakan pada pengeringan biasa. Pengeringan beku merupakan proses pengurangan air bahan dengan mekanisme sublimasi pada tekanan dan suhu rendah. Hasilpengeringan beku yang dilakukan dengan cara tepat akan dapat disimpan untuk jangka waktu yang sangat lama dengan mempertahankan sifat fisik, kimia, biologi, dan organoleptik lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk:
1) melakukan kajian kinetika pengeringan beku bahan ramuan obat;2) melakukan kajian proses perpindahan panas dan massa selama pengeringan beku;
3) mengembangkan model simulasi pengeringan beku bahan ramuan obat.

Penelitian menggunakan metode eksperimen dengan alat multi-purpose vacuum equipment. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan distribusi suhu di dalam bahan, perubahan tekanan ruangpengering, dan perubahan massa baik selama proses pembekuan maupun selama proses sublimasi. Analisis mutu hasil pengeringan dilakukan dengan metode standar Materia Medika Indonesia (MMI). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa proses pengeringan beku yang optimal dapat dicapai dengan mengendalikan suhu permukaan bahan pada suhu kamar 25 °C, dan tekanan ruang pengering pada tingkat 75 Pa selama proses sublimasi dengan sistem pemanasan radiatif. Waktu pengeringan lebih dipengaruhi oleh laju pembekuan dan tekanan ruang pengering. Mutu hasil pengeringan beku ramuan obat mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan mutuawal, tetapi lebih daripada mutu hasil pengeringan oven, dan memenuhi standar MMI. Tekanan ruang pengering berpengaruh positif terhadap nilai konduktivitas lapisan kering bahan, dan selanjutnya berpengaruh positif terhadap efisiensi penggunaan kalor yang dihantarkan melalui lapisan kering tersebut untuk proses sublimasi. Model matematika yang berhasil dikembangkan baru pada keadaan timah-semen; dan harus disempurnakan dengan mengikutsertakan bagian proses yang berlangsung secara transien. (RNR)

BIOTEKNOLOGI

Analisis keragaman genetik dan filogeni molekular bangsa kura-kura air tawar (Reptilia: testudines)
di Indonesia sebagai dasar pelestarian dan pemanfaatannya: laporan akhir RUT V, 2000/2001 (Genetic
diversity analysis and molecular phylogeny of fresh watert Turtles (Reptile: testudines) in
Indonesia as basic conservation and it’s utilization: final report of RUT V, 2000/2001)
Pada saat ini di Indonesia maupun di negara-negara yang sedang berkembang lainnya telah terjadi
penurunan populasi bangsa kura-kura air tawar yang pesat. Namun berbagai informasi biologis
yang diperlukan sebagai dasar manajemen konservasi dan meninjau prospek pemanfaatannya masih
sangat kurang. Telah melakukan dilakukan analisis molekular terhadap struktur populasi dan
berbagai fenomena genetika sebagai jalan pintas sebelum informasi biologis lainnya diungkapkan.
Selama pelaksanaan penelitian telah dikumpulkan sampel DNA murni dari 18 spesies anggota
Testudines yang berasal dari 4 famili, yaitu Trionychidae, Emididae, Chelonidae dan Chelidae.
Beberapa pendekatan analisis keragaman DNA telah dilakukan dan yang memberikan hasil yang
layak untuk digunakan lebih lanjut adalah teknik PCR-RFLP dan PCR-sequencing terhadap penanda
molekular genom mitokondria. Beberapa pasang primer yang didesain sebagai titik kunci penanda
molekular yang berkenaan dengan teknik PCR telah dibuktikan kehomologiannya antar spesies
kura-kura air tawar. Menggunakan marker molekular genom mitokondria (gen CytB, Dloop dan
beberapa tRNA) diketahui bahwa walaupun jumlah populasinya menurun dengan pesat tetapi bangsa
kura-kura air tawar di Indonesia (terutama labi-labi) masih mempunyai tingkat keragaman genetik
yang tinggi. Pusat keragaman labi-labi di Indonesia bisa disebutkan berada di Sumatera (Pengarang)

Kacang tanah transgenik tahan peanut stripe virus (PStV) dan analisis molekuler mekanisme
ketahanannya terhadap virus: laporan akhir RUT VII, 2000/2002 (Transgenic peanut resistant to
peanut stripe virus (PStV)and molecular analysis of its resistance mechanism to virus: final report
of RUT VII, 2000/2002)

Salah satu kendala budi daya kacang tanah adalah serangan peanut stripe virus (PStV). Galur
kacang tanah tahan PStV hasil pemuliaan tanaman tidak dapat dikembangkan karena gen ketahanan
terhadap PStV tidak ditemukan di antara plasma nuftah kacang tanah. Kacang tanah transgenik
tahan PStV hasil rekayasa genetika dapat dijadikan sebagai alternatif untuk keperluan tersebut
sehingga perlu diteliti. Untuk itu perlu dikembangkan metode baku rekayasa genetika kacang tanah
dan disiapkan gen anti virus (yaitu gen CP PStV) yang efektif untuk melindungi kacang tanah transgenik dari infeksi PStV. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan galur kacang tanah
transgenik tahan PStV dan mempelajari mekanisme ketahanan tanaman transgenik terhadap virus
secara molekuler. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, berbagai penelitian telah dilakukan.
Pertama, mempelajari mekanisme ketahanan tanaman transgenik terhadap virus. Bagian penelitian
ini dibagi menjadi tiga kegiatan, yaitu: 1) menghasilkan populasi tanaman transgenik model N.
benthamiana yang masing-masing membawa salah satu dari empat tipe gen CP PStV, 2) mempelajari
tipe gen CP PStV yang efektif untuk melindungi tanaman transgenik model dari infeksi PStV, dan
3) mempelajari mekanisme ketahanan yang didapat pada tanaman model menggunakan analisis
molekuler. Kedua, menghasilkan tanaman kacang tanah transgenik tahan PStV. Bagian penelitian
ini dibagi menjadi empat kegiatan, yaitu: 1) mengembangkan metode introduksi gen (rekayasa
genetika) ke kacang tanah dengan bantuan Agrobacterium, 2) meregenerasikan kacang tanah
transgenik yang membawa gen CP PStV terpilih, 3) menguji ketahanan kacang tanah transgenik
terhadap infeksi PStV, dan 4) mengembangkan galur kacang tanah transgenik tahan PStV. Pada
akhir penelitian, populasi tanaman transgenik yang membawa berbagai tipe gen CP PStV telah
berhasil diregenerasikan dan dievaluasi responsnya terhadap infeksi PStV. Hasil penelitian ini
menunjukkan tanaman N. benthamiana transgenik yang membawa gen CP PStV menjadi resisten
terhadap infeksi PStV. Sifat resisten yang dihasilkan dapat diturunkan secara seksual dari satu
generasi ke generasi selanjutnya, dan bersifat stabil. Selain itu, metode baku transformasi genetik
untuk tanaman kacang tanah telah dihasilkan dan tanaman kacang tanah transgenik yang membawa
gen CP PStV juga telah diproduksi. Pengujian terhadap sebagian tanaman transgenik kacang tanah
yang didapat menunjukan tanaman tersebut juga menjadi resisten terhadap infeksi PStV. Dengan
demikian, tanaman transgenik kacang tanah yang diperoleh dapat digunakan untuk membantu
program pemuliaan tanaman kacang tanah terutama untuk mendapatkan sifat resisten terhadap
infeksi PStV. Hasil penelitian telah dipresentasikan di berbagai seminar ilmiah nasional ataupun
internasional dan akan disiapkan sebagai bagian dari internet web site dengan alamat http://pmbipb.
tripod.com/RUTVII.(Pengarang)

Kloning dan karakterisasi gen pengkode protein penyebab sensitivitas terhadap plumbagin pada
Mycobacterium smegmatis: laporan akhir RUT VII, 1999/2002 (Cloning and characterization of
protein encoded gene causing sensitivities against plumbagin on Mycobacterium smegmatis: final
report of RUT VII, 1999/2002)

Mycobacterium tuberculosis merupakan penyakit intraseluler dan salah satu mekanisme yang diduga
dapat membuat bertahannya mikroba ini di dalam sel adalah mekanisme pertahanan sel terhadap
radikal bebas yang pada umumnya mematikan mikroba lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk
menyingkap mekanisme pertahanan sel mycobacterium terhadap radikal bebas superoksida.
Dilakukan identifikasi gen-gen yang terlibat dalam mekanisme pertahanan diri terhadap pembagian,
yaitu senyawa yang di dalam sel dapat mengakibatkan terbentuknya radikal bebas superoksida,
dengan asumsi bahwa sembagian akan berinteraksi atau mengaktivasi enzim-enzim yang terlibat
dalam sistem pembentukan radikal bebas di dalam sel M. smegmatis. Metodologi penelitian dilakukan dengan pendekatan mutagenesis acak menggunakan transposon yang membawa gen
pengkode resistensi terhadap kanamisin mutan yang diperoleh dengan menanamkan M. smegmatis
dalam medium 7H10 yang mengandung kanamisin. Kemudian dilakukan mutagenesis acak,
dilanjutkan dengan seleksi mutan yang super positif, diteruskan dengan konfirmasi fenotip mutan
transposon, sekuensing program klon DNA yang mengandung transposon dan akhirnya dilakukan
analisis hasil sekuensing. Berdasarkan penelitian diperoleh mutan yang berbentuk kasar, perubahan
dinding sel ini mungkin menyebabkan transpor pembagian ke dalam sel menjadi lebih mudah dan
akibatnya jumlah superoksida yang terbentuk di dalam sel menyebabkan kematian sel mycobacterium.
Berdasarkan fenomena tersebut, disimpulkan bahwa perubahan pada permukaan sel Mycobacteria
menyebabkan organisme lebih mudah dimatikan oleh superoksida yang diproduksi dalam
sel makrofoga. Peptida sintase dapat dijadikan target bagi pengembangan anti tuberkulosis baru,
karena inhibisi enzim ini dapat mengakibatkan perubahan komposisi glikopeptidilipid yang
akibatnya sel tidak akan bertahan di dalam sel makrofaga.(RNR)

Model pembakuan protein E rekombinan virus dengue dengan Baculovirus sebagai kandidat vaksin
klon subunit isolat Indonesia: laporan akhir RUT VII, 1999/2001 (Established model of recombinant
E protein of dengue virus with Baculovirus as a candidate clone sub unit vaccine Indonesia
isolate: final report of RUT VII, 1999/2001)

Telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan model pembakuan protein E rekombinan virus
dengue dengan Baculovirus sebagai kandidat vaksin klon sub unit isolat Indonesia. Virus dengue
hasil isolat TDC dan NAMRU-2 Jakarta, telah dipurifikasi, diidentifikasi dengan semi nestedpolymerase
chain reaction (nested-PCR). Selanjutnya virus diproduksi dengan menginokulasikan
pada sel kultur C6/36 dan sel vero, sehingga didapat partikel virus yang cukup banyak sebagai
bahan identifikasi gen dan kloning protein E. Gen protein E di identifikasi homologinya dengan
cara sequensing. Selain itu juga diketahui bahwa virus yang dipasasekan pada sel kultur berkalikali
dapat menyebabkan beberapa mutasi pada nukleotidnya, tetapi tidak merubah sifat imunogennya
sesuai dengan hasil karakterisasi protein E, dan pada tahap pemfusian dilakukan pemotongan dengan
enzim restriksi yaitu Hae III, Hinf I, RSA I dan Alu I. Plamid yang digunakan untuk pengekspresian
protein E dengan Baculovirus adalah pVL-941-poly yang disisipkan dengan D1234EH6 dan
selanjutnya ditransfer ke AcRP23-LacZ. Hasil dari pengekspresian setelah dianalisis dengan immunofluorescence
dan immunoblotting menunjukkan bahwa, protein E diekpresikan selain pada
cairan supernatan sel kultur juga ditemukan secara intraseluler. Hal ini kemungkinan gen protein E
yang didominasi oleh galur virus yang tidak menginduksi timbulnya cytopathogenic effect (CPE).
Protein E hasil rekombinan setelah dilakukan isolasi dan purifikasi mempunyai sifat reaktifitas
yang tinggi, terbukti dari uji immunoblotting menunjukkan adanya reaksi yang kuat dan spesifik
protein E rekombinan. Profil antibodi pada hewan coba yang diimunisasi dengan protein E
rekombinan menunjukkan adanya titer antibodi yang tinggi dan protektif serta dapat menginduksi
beberapa macam imunoglobulin dan subklase (IgM, IgG, IgG1, IgG1a, IgG2a, IgG2b). Hal ini
sesuai dengan hasil uji tantang. Pada hewan coba mencit, tikus dan kelinci profil titer antibodinya hampir sama, begitu juga pada kontrolnya tidak menunjukkan adanya gejala yang patognomonis
terhadap infeksi dengue haermorrhagic fever (DHF), tetapi viremia ditemukan pada semua
kelompok kontrol. Pada kelompok hewan coba monyet terdeteksi titer antibodi netralisasi yang
ditimbulkan tinggi. Hasil ini dapat ditunjukkan pada uji tantang. Pada kelompok kontrol selain
terjadi viremia juga menunjukkan gejala patognomonis yang mirip dengan DHF yaitu terjadi
haemorragie pada kulit yang tidak berbulu dengan temperatur yang tinggi dan disertai diare. Jadi
profil antibodi secara keseluruhan pada hewan coba yang diimunisasi dengan protein E rekombinan
menunjukkan adanya respons imun baik humoral maupun seluler dengan penekanan pada respons
imun humoral. Sehingga protein E rekombinan dengan Baculovirus dapat digunakan sebagai bahan
vaksin klon subunit yang ideal dan aman. (Pengarang)

Pemetaan genom pengendali produktivitas minyak pada kelapa sawit: laporan akhir RUT VII,
1998/2000 (Genome mapping controlling the oil palm yield traits of palm oil : final report of RUT
VII, 1998/2000)

Upaya peningkatan produktivitas minyak dengan pendekatan genetika dan pemuliaan tanaman
selalu menghadapi kendala klasik, seperti: 1) siklus pemuliaan yang panjang; 2) informasi genetik
pada populasi dasar yang langka; dan 3) sifat biologi tanaman yang kompleks dan penyerbuk
bebas (outbred). Oleh karenanya, diperlukan langkah-langkah untuk mempercepat siklus pemuliaan
dan meningkatkan ketersediaan informasi genetik sehingga perolehan genotipe kelapa sawit unggul
dengan produktivitas minyak yang tinggi dapat dipercepat. Penggabungan marka DNA ke dalam
program seleksi marker-assisted selection (MAS) diketahui mampu meningkatkan efektivitas
seleksi. Ketersediaan peta pautan genetik dan peta lokus-lokus sifat kuantitatif quantitative trait
loci (QTL), seperti QTL yang berasosiasi dengan komponen produktivitas minyak, merupakan
prasyarat untuk menerapkan MAS. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: 1) membentuk peta
pautan genetik pada kelapa sawit, 2) mendeteksi lokasi lokus-lokus (QTL) yang berasosiasi dengan
komponen produktivitas minyak pada kelapa sawit, dan 3) menduga pengaruh genetik QTL yang
berasosiasi dengan sifat-sifat penentu produktifitas minyak. Dengan menggunakan marka molekuler
(DNA) dan strategi pseudo-test cross maka lokus-lokus sifat kuantitatif (QTL) yang berasosiasi
dengan produktivitas minyak akan terdeteksi. Lokus DNA yang berasosiasi dengan komponen
produktivitas minyak dan mempunyai pengaruh genetik yang besar akan bermanfaat untuk
meningkatkan efektifitas program seleksi. Hingga akhir tahun ke-3, penelitian ini telah mencapai
beberapa sasaran penting, antara lain: 1) ketersediaan data kuantitatif untuk analisis QTL, 2)
terlaksananya penapisan 207 primer, dan 3) terbentuknya peta pautan pada dura elite (PA 131 D
self) dan tenera elite (RS 3 T self). Beberapa lokus yang menunjukkan indikasi terpaut dengan
lokus Sh, yaitu lokus OPO-06_1 dan OPD-03_3 juga telah berhasil diidentifikasi. Hasil penyusunan
peta pautan genetika dan identifikasi marka yang berasosiasi dengan QTL dapat diaplikasikan
untuk membantu seleksi pada industri perbenihan sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas
pemuliaan. (Pengarang)

Pendekatan bioteknologi untuk meningkatkan kadar sistein dan metionin biji kedelai varietas tahan
kering produksi tinggi: laporan akhir RUT VII, 2002 (Biotechnology approach to increase cysteine
and methionin contents on high producing and drought tolerance variety of soybean: final
report of RUT VII, 2002)

Biji kedelai memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan merupakan sumber utama protein
nabati tinggi bagi manusia dan hewan. Tetapi di samping produksinya rendah karena terbatasnya
varietas komoditas ini yang mampu beradaptasi dengan kondisi kering pada lahan marginal, nilai
protein yang dikandungnya adalah sekitar 55%, nilai biologis protein hewani baik untuk keperluan
manusia maupun untuk pakan ternak. Hal ini karena kualitas dari suatu protein sangat ditentukan
oleh proporsi asam amino belerang, maka dengan rendahnya kadar sistein (1,4 g/16 g N) dan
metionin (1,1 g/16 g N) protein efficiency rasio (PER) biji kedelai menurun sekitar 1,3. Pendekatan
bioteknologi merupakan alternatif yang menjanjikan, sebagaimana yang telah berhasil dilakukan
pada beberapa tanaman, untuk meningkatkan kandungan protein kaya asam amino sistein dan
metionin biji kedelai, karena usaha dan penelitian selama ini dengan manipulasi faktor lingkungan
tumbuh dan pemuliaan tanaman konvensional belum menunjukkan adanya kemajuan yang berarti.
Penelitian ini bertujuan menghasilkan tanaman kedelai transgenik yang mengekpresikan gen albumin
bersifat tahan kering dan produksi tinggi. Penelitian diawali dengan seleksi varietas kedelai
lahan kering yang berasal dari berbagai wilayah sentra produksi kedelai di Nusa Tenggara Barat.
Biji hasil koleksi diuji kandungan proteinnya dan dilakukan seleksi di rumah kaca dengan perlakuan:
20%, 40%, dan 00% air tersedia. Hasil seleksi menunjukkan bahwa varietas mata kucing, gora
dompa, kepet dan wilis dapat bertahan memproduksi biji dan biomassa yang relatif tinggi dibanding
yang lainnya pada kondisi 40% air tersedia. Studi awal regenerasi kedelai in vitro menunjukkan
media MS tanpa PGR cocok untuk induksi akar dan tunas pada eksplan biji muda yang diisolasi
dari polong; media MS yang mengandung NAA dapat digunakan untuk induksi akar dan tunas
eksplan batang+kotiledon, sedangkan kalus embriogenik dapat diinduksi pada media MS+2,4-
D+NAA dan media MTOK 1/2 MS untuk menginduksi akar dan batang. Isolasi gen albumin dari
bunga matahari lokal (serngenge) dengan bantuan PCR dengan primer spesifik yang didesain dari
full length sequence SFA8. Fragmen hasil amplikasi (600 bP) di klon pada situs BamHI pUCI8.
Hasil sekuensing DNA insert dengan metode dye primer cycling sequence menunjukkan homologi
sekitar 90% dengan gen SFA8 yang telah diisolasi oleh Kurtt et al. dari bunga matahari. Fragmen
tersebut disisipkan pada palsmid biner pBII21 pada situs unik BamHI. Plasmid biner ini ditransfer
ke E. coli dan selanjutnya ditransfer ke A. tumefaciens dengan triparental mating dengan pRK2013
sebagai helper. Seleksi dengan media mengandung kanamisin berhasil mendapatkan transforman
A. tumefaciens yang membawa pBHII21. Tiga metode diterapkan dalam proses transfer gen albumin
yang telah diklon pada pBHII21 yaitu inokulasi kalus (in vitro), injeksi kecambah in vitro dan
in planta efisiensi transformasi berdasarkan uji ekspresi gen reporter GUS adalah berturut-turut 2-
4% (inokulasi kalus), 8-12% (injeksi) dan 10% positif GUS dan sekitar 30% kimera (in planta).
Analisis PCR menunjukkan gen albumin terdeteksi pada daun dan biji. Hasil analisis ekspresi gen
GUS dan PCR tersebut didukung oleh hasil uji lainnya yaitu seleksi terhadap biji RO pada media yang mengandung 100 ppm kanamisin terhadap semua biji regeneran, dimana 50% dapat tumbuh
(wilis), 100% (gora dompa), 65% (kepet), 90% (mata kucing). Kadar protein biji RO meningkat
sebesar 17,95% (mata kucing) sampai 25,78% (gora dompa). Kadar asam amino sistein biji RO
meningkat sekitar 24% (wilis) sampai 29,23% (gora dompa), dan kadar asam amino metionin
meningkat sebesar 20,6% (wilis) sampai 30% (gora dompa). Uji Northern dan Western perlu
dilakukan untuk konfirmasi lebih lanjut di masa yang akan datang. Dengan demikian, secara
keseluruhan penelitian ini telah menghasilkan tanaman kedelai transgenik-albumin dengan sifat
tahan kering produksi tinggi.(Pengarang)

Perakitan tanaman transgenik kopi arabika tahan terhadap penyakit karat daun: laporan akhir RUT
VII, 1999/2001 (Engineering of transgenic plant of arabica coffee for resistance to leaf rust disease:
final report of RUT VII, 1999/2001)

Pengembangan kopi di Indonesia untuk masa yang akan datang diarahkan untuk perluasan areal
kopi arabika. Akan tetapi kopi arabika cenderung peka terhadap penyakit karat daun oleh jamur
Hemileia vastatrix, yang dapat menurunkan produksi hingga 50% di Indonesia, 70% di India dan
30% di Brazil (Mathew, 1978). Sedangkan penyakit penting yang disebabkan oleh patogen pada
tanaman kopi robusta adalah Rhizoctonia solani, Fomes lamoensis serta nematoda Pratylenchus
coffeae yang menyerang perakaran. Penelitian ini bertujuan melakukan rekayasa genetika tanaman
kopi arabika dengan gen kitinase asal tanaman padi untuk meningkatkan ketahanannya terhadap
penyakit karat daun melalui peningkatan ekspresi gen tersebut serta tetap menjaga produksi dan
kualitas yang tinggi. Kitinase telah dikenal memiliki peranan antijamur dalam mekanisme ketahanan
tanaman terhadap penyakit oleh jamur patogen. Salah satu tahapan penting dalam rekayasa genetika
tanaman adalah ditemukannya metode regenerasi secara in vitro dari sel-sel yang tertransformasi
menjadi tanaman. Prosedur regenerasi untuk kopi robusta telah ditemukan di laboratorium kami,
namun untuk regenerasi kopi arabika masih relatif sulit. Oleh karena itu dalam penelitian ini juga
dilakukan optimasi kondisi kultur untuk regenerasi eksplan kopi arabika. Metode riset dilakukan
dengan introduksi gen penyandi kitinase (chi) ke dalam suatu jaringan tanaman yang dilakukan
melalui bantuan Agrobactorium tumefaciens. Sebelum diintroduksikan ke dalam tanaman, gen
tersebut di klon dalam bakteri E.coli, kemudian dipindahkan ke dalam sel A. tumefaciens dan
selanjutnya bakteri ini akan memasukkannya ke dalam genom tanaman. Mengingat bahwa pada
tanaman kopi sistem transformasi dan regenerasinya relatif sulit, maka sebelum ditransformasikan
ke tanaman kopi arabika, gen anti cendawan terlebih dahulu diuji pada tanaman. Penelitian ini
terdiri atas beberapa tahapan kegiatan, yaitu: 1) konstruksi bakteri E.coli dan A. tumefaciens yang
membawa gen kitinase, 2) evaluasi ketahanan kopi arabika terhadap penyakit karat daun, 3)
pengembangan tembakau dan kopi transgenik yang membawa gen kitinase, 4) deteksi ekspresi
gen kitinase pada plantlet atau tanaman tembakau atau kopi transgenik secara DotBlot dan Western
blotting, 5) deteksi aktivitas kitinase menggunakan sistem gel substrat SDS-PAGE, 6) Bioasai
tembakau transgenik terhadap P. nicotianae, dan 7) pengaruh elisitor etilen terhadap peningkatan ekspresi gen kitinase pada tembakau dan kopi arabika transgenik dan kontrol. Berdasarkan hasil
percobaan, disimpulkan bahwa: 1) rekombinan E. coli yang ditransformasi dengan konstruksi yang
membawa EPE, memiliki resistensi kanamisin lebih tinggi daripada yang tidak membawa EPE, 2)
gen kitinase terekspresi baik pada rekombinan bakteri E.coli maupun A. tumefaciens, 3) aktifitas
enzimatis kitinase pada tembakau transgenik 5-8 kali lebih tinggi daripada non-transgenik, 4) setelah
induksi aktivitas kitinase pada plantlet kopi arabika transgenik sebesar 105,7 m/ml atau 5,7 kali
dibanding kopi arabika normal sebesar 18,5 m/ml.(Pengarang)

Rekayasa genetika tanaman cabai tahan PVY dan strategi pengembangannya melalui pembentukan
cabai hibrida transgenik : laporan akhir RUT IV, 1996/1998 (Genetic engineering of Pepper capsicum
annuum L. resist againt PVY and development strategy thoungh development of transgenic
hybrid pepper : final report RUT IV, 1996/1998)

Cabai (Capsicum annum L.) adalah hortikultura penting di Indonesia, pertanaman cabai mencakup
21 % total luas tanaman sayuran, dengan kenaikan permintaan sebesar 13 % pertahun. Salah satu
kendala budidaya cabai adalah adanya penyakit keriting daun akibat virus, salah satunya potato
virus Y. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan cabai transgenik yang membawa gen anti
PVY, (gen PVYCP), menyeleksi ketahanan cabai transgenik yang didapat terhadap serangan PVY,
dan menyeleksi cabai non transgenik sebagai tetua untuk pembentukan galur hibrida. Langkah
penelitian meliputi regenerasi tunas cabai secara in-vitro, menghasilkan galur cabai transgenik
yang memiliki tetua non-transgenik tahan PVY.(Pengarang)

Studi biologi molekul DNA-mitokondria dan plasmid-mitokondria jamur Fusarium oxysporum
f.sp. cubense: laporan akhir RUT VII, 2000 (Molecular biology of mitochondrial-DNA and mitochondrial-
plasmid of the fungus Fusarium oxysporum f.sp. cubense: final report of RUT VII, 2000)

Serangkaian penelitian telah dilaksanakan untuk mengetahui karakter genom mitokondria dan
keberadaan plasmid mitokondria serta kaitannya dengan patogenisitas jamur Fusarium oxysporum
f.sp. cubense telah dilaksanakan di Laboratorium Fitopatologi Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya dan Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Gajah Mada. Pengetahuan yang
diperoleh diharapkan dapat digunakan untuk mempelajari secara mendalam mekanisme infeksi F.
oxysporum f.sp. cubense pada tanaman pisang. Mekanisme ini perlu diketahui terutama dalam
usaha menghasilkan tanaman tahan, mengetahui kisaran inang jamur tersebut, menghasilkan
organisme antagonis yang dapat diunggulkan bahkan kemungkinan penggunaan plasmid mitokondria tersebut sebagai vektor dalam proses transformasi pada jamur. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka pada penelitian ini dilakukan isolasi dan karakterisasi mtDNA F. oxysporum f.sp.
cubense baik yang patogenik maupun yang nonpatogenik, mtDNA menggunakan enzyme EcoRI,
HindIII, BamHI, PstI, XhoI, BglII, HaeIII, Apa, SacI, SalI dan SmaI, amplifikasi gen rRNA pada
mtDNA menggunakan primer yang terdiri dari basa-basa yang terkonservasi dalam gen rRNA (5'-
GAGTCGACATCGAGGT-3', terkonservasi pada ujung 3' dan 5'-GCAGTGAGGAATATTGG-3',
yang terkonservasi pada ujung 5'). Untuk mengetahui keberadaan dan kaitan plasmid mitokondria
dengan patogenisitas jamur maka dilakukan isolasi serta karakterisasi plasmid mitokondria dari
galur patogenik dan nonpatogenik serta uji homologi antara plasmid mitokondria dengan mtDNA
dan DNA kromosom. Pada penelitian ini berhasil diisolasi tiga fragmen DNA yang berbeda dari 11
isolat F. oxysporum f.sp. cubense yang dianalisa, yaitu sebesar 46-47 kb yang terdapat pada semua
isolat yang dianalisa yang selanjutnya diduga sebagai mtDNA, serta dua fragmen yang lain sebesar
2-3 kb dan 7-8 kb yang hanya terdapat pada tiga dari 11 isolat yang dianalisa yang diduga adalah
plasmid mitokondria. Pada Southern-hibridisasi, kedua fragmen terakhir tidak homolog dengan
mtDNA maupun DNA kromosom. Peta restriksi tidak berbeda di antara 11 isolat F. oxysporum
f.sp. cubense yang dianalisa. Amplifikasi gen rRNA pada mtDNA menghasilkan fragmen DNA ± 1
kb, dan telah disekuen.(Pengarang)

Transformasi genetik padi (oryza sativa)dengan menggunakan Agrobacterium dan studi mekanisme
kontrol dari ekspresi gen menggunakan promotor terinduksi (inducible promoter): laporan akhir
RUT IV, 1996/1998 (Genetic transformation of rice (oryza sativa)using Agrobacterium and control
mechanism study of gene expression using inducible promoter : final of report RUT IV, 1996/
1998)

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknik transformasi tanaman untuk kultivar-kultivar
padi Indonesia menggunakan bakteri Agrobacterium tumefaciens dan melakukan studi mekanisme
kontrol dari ekspresi gen menggunakan promoter terinduksi. Padi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kultivar cisadane, IR 64, dan raja lele. Cisadane merupakan hasil persilangan lokal, IR
64 adalah hasil persilangan International Rice Research Institute, dan rajalele adalah kultivar padi
javanica komersial bernilai ekonomi tinggi. Metode penelitian transformasi menggunakan protokol
Hiei et-al (1994), dengan modifikasi pada media ko-kultivasi, media pengkalusan dan media
regenerasi. Gen yang digunakan pada tahap awal ialah gen penanda gus-A (B-glucuronidase) dan
gen hpt penyandi higromisin phosphotransferase. Dilanjutkan dengan ko-kultivasi menggunakan
protokol hasil modifikasi dan berbagai galur, kemudian dilakukan transformasi tanaman padi dengan
penanda gus-A yang dikontrol oleh promoter terinduksi tetrasiklin dan uji ekspresinya. Terakhir
dilakukan uji kompetensi kultivar cisadane dan rajalele untuk menerima gen ketahanan terhadap
hama dan analisisnya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa: 1) tanaman padi
Indonesia dari kelompok indica dan javanica berhasil ditransformasikan menggunakan teknik
Agrobacterium tumefaciens; 2) tidak diperlukan vektor super binari untuk transformasi; 3) vektor binari yang cocok untuk penyisipan gen lebih lanjut berhasil digunakan untuk induksi gen asing
pada kedua kelompok padi; 4) promoter terinduksi tetrasiklin menggunakan ubiquitin yang difusikan
dengan gen penanda gus-A tidak berhasil menekan ekspresi tersebut; 5) gen penyandi ketahanan
terhadap penggerek batang dan wereng berhasil diintroduksi pada Rajalele dengan ko-transformasi
dengan penebakan DNA. Disarankan untuk mendapatkan hasil yang lebih meluas pada petani,
maka gen ketahanan perlu diintroduksi ke kelompok indica. (RNR)

Rabu, 18 November 2009

SKEMA INSENTIF DALAM PENGEMBANGAN IPTEK

PENDAHULUAN

1. Pengembangan Kemampuan Iptek, faktor dominan dalam Pembangunan Nasional

Pengembangan kemampuan Iptek menjadi salah satu faktor dominan bagi negara manapun untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kemakmuran rakyat, serta melindungi kepentingan dan kedaulatan negara. Terlebih lagi dengan laju perkembangan Iptek yang terus meningkat dengan kecepatan semakin tinggi, maka tiada pilihan lain bagi setiap negara kecuali berupaya semaksimal mungkin untuk mengikuti dan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Bila dicermati dengan sungguh-sungguh, setidaknya ada tiga kemungkinan kejadian yang tidak menguntungkan bagi negara manapun yang tidak dapat mengembangkan kemampuan Ipteknya, yaitu:

Pertama secara relatif maupun absolut mengalami ketinggalan dalam hal tingkat kecerdasan bangsa, kemakmuran rakyat, dan perlindungan terhadap kepentingan serta kedaulatannya.

Kedua dengan posisi ketertinggalan tersebut, maka kemampuan untuk memanfaatkan peluang dan menjawab tantangan dalam hubungan antar bangsa menjadi rendah

Ketiga dalam kondisi inferioritas seperti itu, maka semakin jauh kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dan nilai tambah dari setiap upaya yang dilakukannya.

Dengan demikian jelas bahwa pengembangan kemampuan Iptek menjadi kepentingan yang bersifat strategik bagi semua negara untuk dapat mencapai kemajuan dan perkembangan sesuai harapan.

2. Berbagai Permasalahan Utama dalam Pengembangan Kemampuan Iptek

Bangsa Indonesia masih harus berjuang keras dalam pengembangan kemampuan Iptek, karena menghadapi beberapa permasalahan utama dan mendasar, antara lain:

Pertama tingkatan secara umum dalam menyerap dan mengembangkan Iptek masih terbatas pada kemampuan untuk menggunakan dan atau modifikasi. Pada tingkatan seperti ini masih memerlukan upaya lebih besar untuk mampu mengembangkan, menemukan dan menerapkan teknologi baru. Penemuan, pengembangan, dan penerapan teknologi yang benar-benar baru dan sesuai dengan keunggulan komparatif yang ada, untuk yang selanjutnya mampu menempatkan kita pada keunggulan kompetitif.

Kedua pengembangan kemampuan Iptek membutuhkan sumber daya manusia yang cukup, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya, sementara itu sumber daya manusia yang tersedia masih sangat terbatas. Gambaran mengenai keadaan ini dengan segera dapat dipahami bilamana dilakukan pembandingan dengan jumlah dan kualitas sumber daya manusia di negara-negara yang telah maju dalam pengembangan kemampuan Ipteknya.

Ketiga anggaran dari usaha pemerintah yang tersedia untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan kemampuan Iptek masih terbatas pula, sedangkan peran serta swasta dan kalangan industri belum berjalan secara optimal. Perkiraan sementara prosentase anggaran Iptek yang dianggap cukup untuk bisa mendukung pengembangan kemampuan Iptek adalah 2% dari GDP dan 80% dari seluruh pembiayaan ini berasal dari swasta.

Kemampuan penyediaan anggaran Iptek baru mencapai 0,3 % dari DGP dan prosentase peran swasta yang hanya mengambil bagian 20 % dari seluruh pembiayaan kegiatan penelitian dan pengembangan, mencerminkan komposisi yang jauh dari ideal. Betapapun juga, harus disadari dan diakui bahwa keadaan ini mencerminkan pula pengembangan kemampuan Iptek yang belum sepenuhnya sejalan dengan kebutuhan dunia usaha dan belum mampu mengadaptasi diri secara fleksibel dengan kecenderungan perkembangan industri yang berorientasi pasar.

Keempat pada tingkatan operasional, sistem dan kelembagaan dalam pengembangan kemampuan Iptek diperkirakan belum memenuhi kebutuhan minimal yang dipersyaratkan agar proses pengembangan kemampuan Iptek berjalan secara efektif dan efisien. Meskipun seara konseptual sistem dan kelembagaan yang ada nampaknya telah cukup mampu menggerakkan, mengarahkan, dan mengendalikan derap langkah pengembangan kemampuan Iptek; namun keluaran yang dihasilkan dalam proses pengembangan kemampuan Iptek belum berjalan secara efektif dan efisien. Tingkatan optimal proses pengembangan kemampuan Iptek yang efektif dan efisien, hanya mungkin dicapai bila kesetaraan dan kesepadanan dalam sisi peningkatan kapasitas Iptek sebanding dengan kebutuhan pemanfaatannya dalam dunia industri dan dunia usaha pada umumnya.

Keempat permasalahan utama ini saling terkait satu terhadap yang lain, oleh karena itu cara-cara penanganannya harus dilakukan secara simultan dan berkelanjutan. Dengan konsep penanganan secara parsial baik dalam substansi maupun dimensi waktunya, sulit diharapkan untuk membuahkan hasil nyata. Hal lain yang sangat diperlukan dalam upaya keluar dari lingkaran permasalahan ini adalah membangkitkan semangat dan kemampuan semua pihak dalam semua aspek untuk meningkatkan vitalitas secara menyeluruh. Dalam upaya pembangkitan dan peningkatan vitalitas yang dimaksud, skema insentif menjadi salah satu sarana penting yang diperkirakan bukan saja cukup atraktif, tetapi dalam jangka panjang dapat menumbuhkan budaya dan etos kehidupan yang menempatkan pengembangan kemampuan Iptek sebagai bagian dari hidup dan kehidupannya.

3. Hasil yang dicapai dalam Pembangunan Iptek s/d Akhir PJP I

Upaya transformasi teknologi, ternyata telah mampu memberikan dampak pada berbagai upaya lain yang meliputi peningkatan kualitas SDM Iptek, pengembangan kelembagaan, serta peningkatan penyediaan sarana dan prasarana Iptek. Upaya transformasi teknologi dilakukan melalui delapan wahana industri, yaitu industri penerbangan, industri maritim dan perkapalan, industri alat transportasi darat, industri elektronika dan telekomunikasi, industri energi, industri rekayasa, industri alat dan mesin pertanian dan industri pertahanan keamanan.

Bersamaan dengan itu, telah terjadi pula peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Iptek. Beberapa indikasi penting yang memberikan petunjuk telah terjadinya peningkatan SDM Iptek antara lain adalah:

Pertama bertambahnya jumlah perguruan tinggi menjadi 52 perguruan tinggi negeri dan lebih dari 1000 perguruan tinggi swasta. Terkait dengan hal ini, jumlah mahasiswa di perguruan tinggi meningkat dari 156 ribu orang pada awal PJP I menjadi lebih dari 2,2 juta orang pada akhir PJP I.

Kedua jumlah mahasiswa program diploma terus meningkat dari 12 ribu orang atau sekitar 3 persen dari jumlah mahasiswa keseluruhan pada akhir Repelita II menjadi sekitar 469 ribu orang atau sekitar 20 persen dari jumlah keseluruhan mahasiswa pada akhir Repelita V. Lulusan program diploma yang dihasilkan adalah sekitar 51 ribu orang untuk berbagai keahlian.

Ketiga jumlah tenaga peneliti di berbagai lembaga penelitian terus meningkat. Jumlah keseluruhan tenaga peneliti untuk semua jenjang pendidikan pada akhir Repelita III adalah sekitar 29 ribu orang dan meningkat menjadi sekitar 68 ribu orang pada akhir Repelita V.

Di bidang kelembagaan Iptek juga menunjukkan perkembangan yang cukup meyakinkan, yang tercermin pada:

Pertama terbentuknya Dewan Riset Nasional (DRN) yang bertugas meningkatkan kegiatan koordinasi, perumusan, pemantauan, dan evaluasi terhadap program utama nasional riset dan teknologi (Punas Ristek). Program utama pengembangan iptekpun telah dirumuskan oleh DRN tersebut, dan dimanfaatkan sebagai pedoman seleksi program penelitian terpilih (hibah bersaing) khusus untuk perguruan tinggi dan program riset unggulan terpadu yang melibatkan berbagai sektor terkait

Kedua berdirinya Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), yang terutama bertugas memberikan pertimbangan pada Pemerintah dan masyarakat mengenai pembinaan iptek melengkapi pengembangan kelembagaan iptek.

Ketiga pembentukan Dewan Standardisasi Nasional ditujukan untuk mendorong makin dikembangkannya sistem standardisasi yang memiliki kaitan dengan perkembangan industri dan iptek.

Keempat untuk mewujudkan iklim dan perangkat perlindungan hukum bagi penemu dalam pengembangan iptek, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1989 Tentang Paten.

Sarana dan prasarana Iptekpun terus disediakan dan dikembangkan sesuai dengan tingkatan dan jenis kebutuhannya, antara lain dapat dilihat dari beberapa upaya berikut:

Pertama dalam rangka menunjang aplikasi kegiatan penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan iptek ke dalam dunia usaha, dalam PJP I telah dibangun kawasan Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek). Dalam kawasan Puspiptek Serpong telah didirikan antara lain Laboratorium Uji Konstruksi (LUK)-BPPT, Laboratorium Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi (KIM)-LIPI, Laboratorium Sumber Daya Alam dan Energi (LSDE)-BPPT, Laboratorium Kimia Terapan (LKT)LIPI, Laboratorium Fisika Terapan (LFT)-LIPI, Laboratorium Aero, Gas Dinamika dan Getaran (LAGG)-BPPT, Pusat Reaktor Serba Guna (RSG) G.A. Siwabessy dan laboratorium penunjangnya, Laboratorium Metalurgi Terapan (LMT), Laboratorium Termodinamika Motor dan Sistem Propulsi (LTMP), dan Laboratorium Teknologi Proses (LTP), juga telah dibangun Laboratorium Hydrodinamika di ITS.

Kedua untuk mendukung pelaksanaan penelitian dan pengembangan bioteknologi, dibangun pusat pengembangan bioteknologi industri di kawasan Puspiptek Serpong, laboratorium bioteknologi LIPI di Cibinong, sebagai salah satu pusat pengembangan bioteknologi pertanian dan 3 buah laboratorium di Pusat Antar-Universitas (PAU). Selain itu, juga telah dikembangkan balai penelitian, antara lain di Bogor, Sukamandi, Sukarame, Maros, Malang untuk kegiatan penelitian tanaman pangan, dan di Gombong, Marihat, Pasuruan untuk tanaman industri, serta di Ciawi, Jakarta, dan Maros untuk kegiatan penelitian peternakan.

Ketiga dalam upaya mendukung kegiatan penelitian di bidang kesehatan telah dibangun 6 pusat penelitian kesehatan, antara lain Puslitbang Ekologi Kesehatan, Puslitbang Farmasi, Puslitbang Gizi, dan Puslit Penyakit tidak Menular dengan berbagai sarana penelitiannya, antara lain laboratorium gizi, laboratorium farmasi, serta lahan percobaan.

Keempat agar dapat berperan dalam kegiatan penguj ian, dan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan dalam industri pengolahan, telah dibangun 9 balai industri dengan ruang lingkup nasional, 9 balai dengan ruang lingkup regional, dan 5 balai dengan ruang lingkup daerah. Di bidang pertambangan dan energi telah dikembangkan beberapa pusat penelitian, antara lain Pusat Penelitian Geologi, Pusat Pengembangan Geologi Kelautan, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) yang dilengkapi dengan berbagai laboratorium, antara lain laboratorium mineralogi, analisis kimia, pengolahan mineral, ekstraksi metalogi, mekanika batuan, mekanika tanah, dan batu bara. Adapun untuk memasyarakatkan teknologi telah dibangun Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Bila dikaji dari aspek substansi pengembangan kemampuan Iptekpun telah menunjukkan berbagai perkembangan yang berarti dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup rakyat, antara lain:

Pertama kegiatan pengembangan iptek di bidang kebutuhan dasar manusia yang meliputi bidang kesehatan, pertanian, pangan dan gizi, permukiman dan perumahan, serta pendidikan telah memberikan sumbangan besar bagi tercapainya swasembada beras, perbaikan gizi masyarakat, peningkatan derajat kesehatan masyarakat, serta peningkatan kecerdasan kehidupan masyarakat.

Kegiatan iptek di bidang pertanian telah berhasil melepas 98 varietas unggul padi, yang meliputi 70 varietas unggul padi sawah, 9 varietas padi pasang surut, dan 19 varietas padi gogo, serta 79 varietas unggul palawija. Kegiatan iptek di bidang tanaman hortikultura telah menghasilkan 17 varietas unggul. Kegiatan penelitian di bidang kesehatan dan gizi dalam rangka penanggulangan kebutaan terhadap anak-anak karena kekurangan vitamin A, berhasil digunakan sebagai contoh untuk diterapkan pada negara berkembang lainnya.

Kedua kegiatan pengembangan iptek dalam sumber daya alam dan energi menghasilkan data dan informasi yang bermanfaat untuk pelestarian fungsi dan kemampuan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Melalui kegiatan survei dan pemetaan telah dihasilkan 2.546 peta dasar rupa bumi, 973 peta dasar radar, dan 380 peta toto dalam berbagai skala. Dalam upaya mengendalikan pencemaran lingkungan, telah dikembangkan lasilitas pengolahan limbah, penguasaan teknologi bersih lingkungan, dan pengembangan proses daur ulang. Dalam upaya melestarikan keanekaragaman hayati, telah ditangkarkan beberapa fauna langka, inventarisasi hutan dengan menggunakan citra satelit ataupun foto udara, dan peningkatan koleksi tanaman di kebun raya.

Ketiga, kegiatan pengembangan iptek di bidang industri, khususnya industri pesawat terbang, melalui alih teknologi telah mencapai tahap integrasi teknologi dan sedang menuju ke tahap berikutnya dari transformasi teknologi, yaitu pengembangan teknologi baru untuk menghasilkan produk baru. Hal itu ditunjukkan dengan kemampuan mengembangkan dan memproduksi pesawat CN 235, dan sedang dirancangnya pesawat terbang N 250 yang merupakan upaya mencapai tahap transformasi teknologi ketiga.

Untuk industri maritim dan perkapalan telah mampu mendesain kapal ikan Mina Jaya 15, 20, 30 DWT yang sesuai dengan kondisi perairan Indonesia, kapal Maruta Jaya 2.050 DWT, Caraka Jaya 1.000-3.600 DWT. Dalam bidang industri transportasi darat, industri kereta api, telah diekspor 150 gerbong kereta api, menguji komponen prototipe kereta rel listrik, girder jalan layang Sosro Bahu, dan bantalan rel yang terbuat dari beton.

Keempat industri telekomunikasi dan elektronika telah mampu memproduksi komponen transistor frekuensi tinggi untuk penguat daya transistor dan komponen semikonduktor untuk keperluan avionik, pemancar radio dan televisi untuk daerah terpencil, serta dikembangkannya komunikasi telepon yang menggunakan frequency division multiplexing (FDM). Sebagian dari produk tersebut di atas telah pula diekspor. Selain itu, telah berhasil diproduksi perangkat stasiun bumi kecil, stasiun pemancar televisi serta penerapan metode elemen hingga (MEH) dalam bentuk perangkat lunak. Adapun di bidang penerapan sistem kontrol otomatik telah dihasilkan beberapa prototipe robot untuk keperluan industri.

Kelima dalam industri energi telah berhasil dibuat desain turbin uap batu bara untuk pembangkit listrik dengan kekuatan 50 kilowatt, model pemanfaatan energi matahari untuk pembangkit tenaga listrik, penggerak pompa irigasi, dan pengolah air laut menjadi air tawar. Di samping itu, juga berhasil dikembangkan pemanfaatan batu bara sebagai kokas dan sebagai karbon aktif. Selain itu, telah berhasil diterapkan hasil studi mengenai Enhanced Oil Recovery (EOR) di beberapa ladang minyak. Juga berhasil ditingkatkan keandalan saluran interkoneksi dan dikembangkan pembuatan briket gambut untuk keramik.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan di bidang pertahanan keamanan negara, telah dilakukan berbagai pengkajian, penelitian, dan pengembangan yang bertujuan meningkatkan keandalan dan efisiensi pengoperasian dan pemeliharaan peralatan utama sistem senjata ABRI. Kerja sama antara lembaga penelitian dan pengembangan hankam dengan lembaga penelitian pemerintah, perguruan tinggi dan industri strategis telah dirintis dalam rangka perumusan persyaratan teknis/operasional sistem senjata, pengembangan beberapa peralatan/sistem senjata, serta penerapan beberapa jenis teknologi, seperti teknologi inderaja, teknologi material, dan teknologi perangkat lunak.

Pengembangan kemampuan iptek di bidang sosial budaya, falsafah, ekonomi, hukum, dan perundang-undangan yang dilakukan oleh lembaga penelitian pemerintah, masyarakat, dan swasta telah melahirkan pemikiran baru dan membuka cakrawala baru di bidang sosial budaya dan dalam pelaksanaan manajemen pembangunan. Pemikiran dan perubahan baru di berbagai bidang itu juga merupakan perpaduan dari hasil penelitian dan pendidikan. Berbagai hasil penelitian dan karya tulis yang mendorong cara pikir dan cara pandang iptek itu telah mendorong masyarakat memiliki perhatian saksama dalam memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai iptek.

4. Permasalahan dan Kendala yang Dihadapi dalam Pengembangan Kemampuan Iptek

Dalam mengembangkan kemampuan iptek masih dihadapi berbagai permasalahan dan kendala yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya masyarakat yang kurang mendukung upaya pengembangan nilai-nilai iptek. Selain itu, masih terdapat ketimpangan kemampuan lembaga iptek Pemerintah dengan swasta.

Pengembangan kemampuan iptek, membutuhkan biaya yang besar dan berjangka panjang. Dengan adanya peredaan ketegangan antara negara adikuasa, anggaran untuk pengembangan iptek yang semula ditujukan untuk pengembangan teknologi militer, dialihkan pada kegiatan untuk menunjang produk yang bersifat ekonomis dan komersial. Keadaan itu menyebabkan persaingan di bidang iptek makin meningkat serta diikuti dengan sikap dan tindakan yang makin protektif dalam kegiatan perdagangan dan proses alih teknologi. Negara Barat mulai mengalihkan perhatian kepada negara Blok Timur dan negara berkembang lainnya dalam memberikan pinjaman dan menanamkan modal, yang juga dapat membatasi negara berkembang di Asia Pasifik, termasuk Indonesia dalam memperoleh sumber dana pembangunan kegiatan pengembangan iptek dari negara maju.

Dalam mempertahankan keunggulan dan pertumbuhan ekonomi di negara maju, terdapat kecenderungan timbulnya sistem pasaran bersama seperti masyarakat ekonomi Eropa (MEE) dan perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara (North America Free Trade Agreement, NAFTA) yang akan menyulitkan pemasaran produk industri ataupun jasa dengan kandungan teknologi tinggi dari negara lain yang tidak termasuk dalam sistem pemasaran tersebut. Terbatasnya sarana dan prasarana serta kualitas tenaga pengajar dan tenaga peneliti di bidang MIPA dan perekayasaan menyebabkan tenaga untuk pengembangan iptek kurang mampu mengikuti perkembangan iptek yang dibutuhkan oleh industri dan dunia usaha.

Pengembangan kemampuan iptek tidak luput dari berbagai tantangan yang telah siap menghadang, akan tetapi pada saat yang bersamaan dapat pula dikenali berbagai macam peluang yang dapat ditangkap dan dimanfaatkan secara optimal.

5. Tantangan dalam Pengembangan Kemampuan Iptek

Indeks kesejahteraan dan kemampuan SDM di negara-negara di kawasan Asia Pasifik umumnya lebih tinggi dibanding dengan di Indonesia. Tingginya indeks itu merupakan wujud dari besarnya investasi dalam bidang iptek oleh pihak swasta dan masyarakat yang terus meningkat dibanding dengan investasi oleh Pemerintah, dan menunjukkan tingginya kesadaran dan budaya masyarakat di negara-negara di kawasan tersebut untuk memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai iptek. Mengembangkan nilai-nilai dan budaya iptek pada dasarnya adalah melakukan transformasi dari masyarakat berbudaya tradisional menjadi masyarakat yang berpikir analitis kritis dan berketerampilan iptek dengan tetap menjunjung/memelihara nilai-nilai agama, keimanan, dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta nilai-nilai luhur budaya bangsa. Ilmu pengetahuan dan teknologi akan tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat yang dinamis apabila minat dan kegairahan masyarakat untuk mengungkapkan rahasia alam semesta dan rahasia kehidupan masyarakat juga meningkat. Minat dan kegairahan itu akan berkembang apabila nilai-nilai dan budaya iptek makin berkembang di masyarakat yang serasi dengan budaya bangsa. Dengan demikian, masyarakat akan makin mampu memahami, memilih, dan menghayati pentingnya iptek dalam lingkungan kehidupan mereka serta mampu memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai iptek untuk meningkatkan kesejahteraannya dan mendorong kemajuan bangsanya. Upaya untuk menumbuhkan budaya kerja, yaitu kerja keras, tertib waktu, tertib aturan, terbuka terhadap cara baru dan teknologi baru serta mampu bekerja sama dengan orang lain merupakan aspek utama yang tidak mudah untuk dipecahkan dalam waktu singkat. Oleh karena itu, merupakan tantangan dalam PJP II untuk mengembangkan nilai-nilai iptek yang mampu mendorong peningkatan kemampuan dalam memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai iptek, serta menciptakan budaya iptek di masyarakat.

Nilai-nilai dan budaya iptek dalam masyarakat akan berkembang seiring dengan meluasnya kegiatan pelaku iptek yang mengembangkan iptek. Meluasnya upaya pengembangan iptek akan tercipta apabila kemitraan riset makin berkembang. Seperti halnya pengalaman di negara berkembang lainnya, pada awalnya peran Pemerintah dalam pembiayaan dan kegiatan iptek lebih menonjol dari peran masyarakat. Namun, dengan berkembangnya kemampuan masyarakat dalam pembangunan dan makin meningkatnya kebutuhan pembangunan di bidang iptek, sementara sumber dana pembangunan Pemerintah tetap terbatas, prinsip kemitraan riset antara Pemerintah dan masyarakat makin diperlukan untuk mendorong peran masyarakat dalam mengembangkan iptek.

Dengan demikian, tantangan selanjutnya adalah mendorong kemitraan riset antara Pemerintah dan masyarakat agar kegiatan pengembangan iptek makin meluas di masyarakat, terutama di lingkungan dunia usaha.

Dalam pada itu, transformasi struktur perekonomian yang dilakukan melalui pembangunan industri telah menunjukkan hasil yang nyata dengan meningkatnya peranan sektor industri terhadap produksi, nilai tambah, sumber devisa, dan penyerapan tenaga kerja nasional. Proses pembangunan selanjutnya akan dipengaruhi oleh penerapan teknologi yang memadai untuk meningkatkan mutu dan pertambahan nilai produk yang selanjutnya dapat memperkuat struktur industri. Namun, kegiatan di sektor produksi masih sangat bergantung pada paket teknologi produksi yang diperoleh melalui lisensi .

Alih teknologi ke dalam kegiatan produksi berjalan lambat dan belum mampu meningkatkan daya saing dan nilai tambah barang dan jasa yang memadai. Alih teknologi juga belum mampu memperkukuh struktur kegiatan produksi agar sektor produksi dapat secara bertahap makin melandaskan perkembangan dirinya pada kemampuan untuk melakukan adopsi, integrasi, dan komersialisasi kemajuan iptek. Dewasa ini terjadi proses relokasi industri manufaktur dari negara maju ke negara berkembang, antara lain Indonesia, karena tertarik oleh ketersediaan pasar dalam negeri yang besar dan tenaga kerja murah. Namun, relokasi ini belum mampu secara efektif mempercepat proses alih teknologi melalui kegiatan pengembangan iptek dan manufaktur progresif. Tantangan berikutnya dengan demikian ialah mempercepat dan mengefektifkan proses alih teknol ogi, antara lain, melalui upaya manufaktur progresif.

Dalam mendayagunakan iptek untuk pengembangan industri, kemampuan iptek suatu negara dapat diukur dari produksi dan pemasaran hasil produksi yang memiliki intensitas kandungan iptek yang tinggi. Peranan industri manufaktur terhadap produksi nasional makin meningkat seperti tercermin dari pertumbuhan industri manufaktur dibanding dengan peranan sektor pertanian. Namun, sekitar 75 persen keluaran seluruh industri manufaktur dihasilkan oleh berbagai industri yang dalam standar internasional diklasifikasikan sebagai industri dengan kandungan teknologi rendah. Adapun industri dengan kandungan teknologi sedang dan tinggi masing-masing memberikan keluaran sekitar 20 dan 5 persen dari keluaran total. Sementara itu, untuk produk manufaktur dengan kandungan teknologi sedang dan tinggi, bahan dan alat proses produksinya masih banyak bergantung pada impor. Kinerja produk manufaktur bernilai teknologi rendah walaupun menunjukkan prestasi yang meningkat, sebagian disebabkan oleh proses relokasi industri dan di kemudian hari apabila faktor keunggulan komparatif Indonesia tidak kompetitif lagi, dapat berpindah ke negara berkembang lainnya. Dengan demikian, keunggulan komparatif statis yang mengandalkan tenaga kerja murah dan kekayaan sumber daya alam tidak lagi menjadi satu-satunya andalan bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu, tantangan selanjutnya adalah meningkatkan mutu produk dan proses produksi, produktivitas, efisiensi, dan inovasi melalui pengembangan kemam puan iptek.

Kemampuan bangsa Indonesia dalam pengembangan kemampuan iptek dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas SDM dengan berbagai macam dan tingkatan pendidi kan yang dalam PJP I terus meningkat. Namun, apabila dibandingkan dengan standar yang direkomendasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi negara berkembang dan juga negara industri di Asia Pasifik, kualitas dan kuantitas tenaga peneliti dan tenaga teknisi di Indonesia masih belum memadai. Demikian pula, kualitas lulusan lembaga pendidikan di bidang ilmu matematika dan ilmu pengetahuan alam (MIPA) dan rekayasa yang dibutuhkan oleh sektor industri masih terbatas. Selain itu, dari segi komposisi disiplin ilmu, jumlah, dan penyebaran tenaga akademis di perguruan tinggi menurut bidang ilmu pengetahuan, tempat penugasan, prasarana dan sarana yang dimiliki masih tersebar secara tidak merata dan belum sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Perguruan tinggi yang ada juga masih belum mempunyai standar yang sama dalam mendidik dan menghasilkan tenaga yang berkualitas baik.

Ditinjau dari segi kesempatan kerja, jumlah tenaga kerja di sektor industri terus meningkat. Namun, dari hasil survei yang dilakukan pada tahun 1990, industri manufaktur berukuran sedang dan besar memiliki jumlah tenaga kerja dengan tingkat pendidikan D-3 atau lebih tinggi dengan disiplin ilmu MIPA dan perekayasaan sebanyak sekitar 33 ribu orang atau sekitar 1,25 persen saja dari seluruh tenaga kerja di sektor ini. Dari jumlah tenaga yang berpendidikan MIPA dan perekayasaan tersebut, yang memiliki tingkat pendidikan S-2 dan S-3 hanya sekitar 2 persen. Selain itu, pola perkembangan industri belum dikaitkan secara optimal dengan upaya penyediaan program pelatihan tenaga kerja yang terampil dan upaya pengembangan teknologi untuk meningkatkan keahlian, kreativitas, dan produktivitas tenaga kerjanya.

Jumlah mahasiswa di perguruan tinggi pemerintah dan swasta diperkirakan sebanyak 1,5 juta orang dan diperkirakan meluluskan sarjana di bidang MIPA dan perekayasaan lebih dari 10.000 orang per tahun. Ditinjau dari tingkat usia dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja, jumlah lulusan tersebut di Indonesia hanya memadai untuk memenuhi kebutuhan pengganti dan pertumbuhan kebutuhan tenaga peneliti, pengajar, dan teknisi di bidang MIPA dan perekayasaan yang regular, tanpa diikuti dengan peningkatan intensitas kegiatan iptek. Jumlah mahasiswa Indonesia di luar negeri yang sedang menempuh pendidikan di bidang MIPA dan perekayasaan, jumlahnya relatif lebih sedikit dibanding dengan negara Asia lainnya yang sedang berkembang ekonomi dan industrinya. Sehingga tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan kualitas, komposisi, dan kuantitas SDM yang mampu mengembangkan kemampuan iptek untuk menghadapi permasalahan pembangunan dalam PJP II.

Peningkatan produktivitas masyarakat, efisiensi, dan efektivitas seluruh kegiatan iptek ikut menentukan keberhasilan pembangunan iptek. Kerja sama antarlembaga yang melakukan kegiatan iptek dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan melalui penciptaan hubungan yang saling mengisi antarlembaga merupakan aspek penting yang perlu dikembangkan dalam rangka efisiensi dan efektivitas pemanfaatan prasarana dan sarana iptek. Kegiatan penelitian yang dilaksanakan oleh ilmuwan dari berbagai lembaga perlu dipadukan untuk memanfaatkan sumber daya pembangunan secara optimal. Mekanisme operasional pengelolaan kegiatan riset dan teknologi melalui pengembangan sistem riset nasional ikut menentukan keberhasilan pengembangan iptek. Kerja sama internasional, jaringan sistem informasi kemajuan iptek, dan pengembangan standar mutu produk dalam meningkatkan kegiatan iptek juga akan menentukan perkembangan kemajuan iptek. Oleh karena itu, tantangannya adalah mengembangkan penataan dan pengelolaan kelembagaan iptek yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang makin memerlukan dukungan iptek.

6. Peluang dalam Pengembangan Kemampuan Iptek

Meskipun masih ditemukan kendala yang merupakan faktor penghambat bagi upaya pengembangan iptek, terdapat peluang yang dapat berperan untuk mendukung keberhasilan pembangunan iptek. Kepedulian terhadap pengembangan kualitas SDM merupakan peluang yang besar untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan SDM iptek. Kelancaran arus perdagangan, investasi, transaksi, dan alih teknologi di bidang ekonomi dan industri dapat menyebabkan perubahan nilai sosial budaya yang dapat berpengaruh terhadap perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak suatu bangsa yang juga akan membuka peluang untuk mendorong kemajuan iptek.

Perkembangan pesat dan persebaran berbagai cabang iptek menyebabkan daur hidup suatu produk menjadi lebih singkat. Hubungan antara ilmu pengetahuan dasar dan ilmu pengetahuan terapan yang menghasilkan penemuan dan hubungan antara teknik produksi dan teknologi yang menghasilkan inovasi, makin interaktif dan saling terkait, yang terjadi sejak kegiatan penelitian, rancang bangun, proses produksi, sampai pada pemasaran produk dan jasa. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi dalam dunia usaha dan industri menjadi makin luas sehingga merupakan peluang bagi dunia usaha untuk meningkatkan kegiatan pengembangan iptek serta meningkatkan kemampuan SDM.

Proses pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup mewarnai kegiatan pembangunan yang menuntut penggunaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara lebih berhati-hati dan efisien. Kecenderungan itu mendorong upaya internasional untuk menciptakan program yang dapat meningkatkan daya dukung lahan dan menahan laju kerusakan lingkungan hidup melalui kerja sama kegiatan iptek yang bersifat internasional untuk mendorong kerja sama yang saling menguntungkan dalam bidang iptek.

7. Alternatif model insentif dalam pengembangan kemampuan Iptek

Skema insentif dalam pengembangan kemampuan Iptek, pada hakikatnya meru pakan sistem atau cara menumbuhkan motivasi semua pihak, baik dalam kapasitasnya sebagai individu, kelompok masyarakat atau lembaga, maupun masyarakat (bangsa) secara keseluruhan untuk dapat mengerahkan segala daya dan upayanya secara optimal agar pengembangan kemampuan Iptek dapat berjalan secara efektif.

Implementasi skema insentif tersebut dapat diwujudkan dalam bentuknya yang konti num mulai dari yang bersifat finansial murni (pajak, upah, kompensasi, dan sebagai nya) sampai yang bersifat non finansial murni (penghargaan, kedudukan, pengakuan, perlindungan, dan sebagainya). Meskipun demikian dalam perwujudannya sangat mungkin sekali terjadi bahwa suatu skema insentif merupakan gabungan atau kombinasi bentuk insentif finansial dan nonfinansial secara serasi dengan mengingat situasi dan kondisi subyek yang menjadi sasaran penerapan insentif tersebut. Pada akhirnya efektifitas instrumen kebijakan ini dalam memacu perkembangan kemampuan Iptek sangat tergantung pada:

Pertama ketepatannya dalam menentukan pilihan bentuk insentif yang sesuai dengan sasaran kebijakan yang ingin dituju, yaitu individu, kelompok masyarakat, atau masyarakat

(bangsa) secara keseluruhan. Hal ini berkaitan dengan jenisjenis kebutuhan pada subjek yang menjadi sasaran pemberian insentif. Tidak menutup kemungkinan bahwa suatu jenis kebutuhan menjadi pendahulu atau kelanjutan jenis kebutuhan yang lain. Walaupun bisa saja jenisjenis kebutuhan tersebut bersifat sejajar dalam tingka tannya.

Kedua ketepannya dalam menentukan intensitas insentif yang juga harus sesuai dengan tingkatan kebutuhan pada masing-masing jenis sasaran kebijakan. Tingkat intensitas ini menjadi semakin penting maknanya, bila terbukti bahwa peningkatan intensitas pada tingkatan yang lebih besar dari intensitas optimal tidak membawa peningkatan motivasi justru bisa melemahkan motivasi yang telah terbentuk. Dengan kata lain "kelebihan atau kekurangan" skala intensitas harus diamati secara cermat, agar efektivitas peningkatan motivasi tetap terjaga dengan baik.

Pemetaan model-model skema insendf yang menggambarkan berbagai alternatif rumusan insentif adalah sebagai berikut:

a. Insentive (SI) merupakan fungsi dari variabel individu (I) dan itensitas finansial murni (fi).

SI1 = f(I,fi)

b. Insentive (SI) merupakan fungsi dari variabel individu (I) dan intensitas non finansial murni (nE).

SI2 = f(I,nfi)

c. Insentive (SI) merupakan fungsi dari variabel individu (I), intensitas finansial murni (nS), dan non finansial murni (nE).

SI3 = f(I,fi,nfi)

d. Insentive (SI) merupakan fungsi dari variabel individu (I) kelompok masyarakat atau lembaga (L) dan intensitas finansial murni

SI4 = f(L,fi)

e. Insentive (SI) merupakan fungsi dari variabel kelompok masyarakat atau lembaga (L) dan intensitas non finansial murni (nE).

SI5 = f(L,nfi)

f. Insentive (SI) merupakan fungsi dari variabel kelompok masyarakat atau lembaga (L), intensitas finansial murni (fi) dan intensitas non finansial murni (nfi)

SI6 = f(I,fi,nfi)

g. Insentive (SI) merupakan fungsi dari variabel masyarakat/bangsa (Ms) dan itensitas finansial murni (fi)

SI7 = f(Ms,fi)

h. Insentive (SI) merupakan fungsi dari variabel masyarakat/bangsa (Ms) dan intensitas non finansial murni (nfi).

SI8 = f(Ms.nfi)

i. Insentive (SI) merupakan fungsi dari variabel masyarakat/bangsa (Ms), intensitas finansial murni dan intensitas non finansial murni (nfi).

SI8 = f(Ms,fi,nfi)

8. Analisis dalam perumusan kebijakan insentif untuk pengembangan kemampuan Iptek.

Ditinjau dari lingkup individu pemberian insentif yang sesuai dapat menimbulkan motivasi untuk menekuni dan mengembangkan kemampuan profesinya. Karena individu memiliki banyak variasi dalam hal karakteristik hidup dan kehidupannya, tarap sosial

ekonomiknya dan nilai-nilai yang diyakininya, maka perlu acuan yang jelas dan konsisten dalam penentuan jenis dan intensitas insentif yang akan diberikannya. Namun secara umum acuan pokoknya adalah hierarkhi kebutuhan manusia baik yang mengikuti model Maslow, Herzberg, McClelland, dan sebagainya. Dalam operasionalnya diperlukan kemampuan untuk mengamati posisi masing-masing individu dalam strata hierakhi kebutuhannya, namun harus dipertimbangkan juga aspek-aspek sosial budaya yang berkembang di lingkungannya.

Ditinjau dari lingkup kelembagaan atau kelompok masyarakat, permasalahannya lebih sederhana dari pada individu karena sebagai entitas sosial sebagian tujuan individu telah berbaur menjadi satu tujuan bersama. Hal yang perlu diwaspadai adalah bahwa meskipun masyarakat atau kelompok individu banyak diwarnai oleh karakteristik bawaan masing-masing individu, namun dalam perwujudan kebutuhan kelompoknya bisa saja sama sekali lain dari karakteristik bawaan tersebut akibat kesepakatan, budaya, dan resultan kepemilikan yang terakumulasikan. Masalah lain yang harus pula dipertimbangkan dalam penentuan kebijakan insentif kepada suatu entitas sosial yang dalam bentuk umumnya berupa organisasi baik yang bersifat formal maupun yang informal; adalah posisi organisasi dalam daur hidupnya. Setiap tahapan dalam daur hidup organisasi memiliki ciri-ciri dan jenis serta prioritas kebutuhan yang berbeda-beda. Pemberian jenis insentif pada tingkat intensitas yang sesuai dengan kebutuhan dalam tahapan daur hidup organisasi menjadi daya tarik yang kuat untuk meningkatkan peran serta organisasi dalam pengembangan kemampuan Iptek.

Ditinjau dari lingkup nasional meskipun lebih bersifat homogen dalam pandangan makro, karena kita hanya mengenal satu bangsa. Namun aspirasi kelompok, daerah, suku, agama, dan budaya harus pula diperhatikan secara cermat. Disinilah kiranya perumusan acuannya kebijakan pengalokasian anggaran dan perencanaan pembangunan nasional, akan diuji efektivitasnya dalam menggerakkan vitalitas seluruh masayarakat, individu, dan semua aspek kehidupan untuk dapat mengembangkan kemampuan Iptek yang tinggi dan sesuai dengan potensi alami yang ada serta bertitik tolak dari kekayaan budaya yang berkembang. Pengelolaan sistem kelembagaan dan sistem informasi Iptek pada tingkatan ini menjadi sangat penting perannya. Hal ini disebabkan oleh tuntutan kebutuhan dalam pengintegrasian, penyerasian, dan penyesuaian proporsinya harus mampu menembus batas-batas struktur, kewenangan, dan fungsi secara nasional.

Beberapa kebijakan insentif yang telah dirumuskan dalam upaya pengembangan kemampuan Iptek dan perlu terus diupayakan peningkatan dalam hal ketajaman, kedalaman, serta keluasannya bilamana sangat diperlukan dalam operasionalnya antara lain adalah:

a. Memanfaatkan sumber anggaran pemerintah adalah Riset Unggulan terpadu, Hibah Bersaing, dan URGE.

b. Memanfaatkan sebagian anggaran pemerintah (subsidi) adalah Riset Unggulan Kemitraan, Voucher Program, Industrial Technology development Program, dan Seed Capital.

c. Bentuk Venture Capital, pemanfaatan Pusat-pusat Litbang, Incubator, dan sebagainya.

9. Kesimpulan Saya

Sistem insentif apapun bentuknya dan kepada siapapun sasarannya tetap diperlukan dan sangat menentukan dalam pengembangan kemampuan Iptek. Karena perilaku, tradisi, dan budaya produktif, kreatif, dan inovatif pertumbuhan dan pembentukannya sangat dipengaruhi oleh sistem insentif yang berlaku. Sistem insentif yang mampu menumbuhkan daya atraksi yang tinggi berpeluang untuk meningkatkan laju pertumbuhan kemampuan Iptek secara cepat, demikian juga halnya sebaliknya sistem insentif yang kurang atraktif atau tidak memiliki pola yang jelas bisa mengarah pada pembentukan perilaku, budaya, dan tradisi yang bersifat negatif.

Untuk dapat menemukan dan menerapkan sistem insentif yang atraktif harus dipenuhi syarat kesesesuaiannya dengan makna yang dikehendaki, dan tingkat kecocokannya dengan sasaran yang ingin digarap. Dan karena makna maupun sasaran penggarapan selalu berubah justru umumnya mengikuti perkembangan kebutuhan dan perkembangan kemampuan Iptek itu sendiri, maka pengkajian, evaluasi, perbaikan bentuk serta intensitas insentif harus dilakukan perbaikan secara berkelanjutan.

10. Pandangan ke depan.

Tanpa mengecilkan makna, peran, dan fungsi dari faktor-faktor lain di luar sistem insentif, kecenderungan di masa mendatang yang syarat dengan transparansi di segala aspek kehidupan sangat membutuhkan sistem insentif yang jelas, berarah positif, dan bersfat atraktif. Hal ini bukan saja untuk mendorong peningkatan kemampuan penguasaan Iptek, tetapi juga untuk mendorong percepatan pembangunan di segala bidang.